Contoh Putusan Pidana Korporasi (1)
Putusan MA No. 862 K/Pid.Sus/2010 (Kim Young Woo / PT. Dongwoo Environmental Indonesia)
Putusan ini merupakan putusan atas
perkara pencemaran lingkungan hidup yang melibatkan suatu perusahaan
pengelola limbah cair Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Putusan ini
menarik karena merupakan salah satu dari sedikit putusan atas suatu
tindak pidana yang melibatkan korpoasi atau corporate crime.
Secara ringkas pada intinya dalam
perkara ini PT Dongwoo Environmental Indonesia sebagai perusahaan jasa
pengelola limbah B3 ternyata antara tahun 2006-2007 membuang sebagian
limbah yang diterima dari pihak ketiga yang seharusnya diolah dalam
tempat penampungan yang dimilikinya ke tempat lain yaitu tanah lapang di
kawasan Bekasi dan Cikarang. Tindakan tersebut kemudian mencemarkan
lingkungan dan mengakibatkan sebagian penduduk di kawasan tersebut
mengalami sakit-sakit.
Dari tingkat pertama hingga putusan
kasasi ini pengadilan menyatakan perbuatan terdakwa terbukti melanggar
UU No. 23 Tahun 1997. Yang menarik terdapat beberapa ketidakjelasan
dalam putusan ini. Pertama Dalam bagian Subyek Mahkamah Agung menyatakan
bahwa yang menadi Terdakwa adalah Kim Young Woo yang berstatus sebagai
Presiden Direktur PT. Dongwoo Environmental Indonesia, sementara dalam
uraian dakwaan yang didakwa adalah PT. DEI itu sendiri. Begitu juga
dalam amar putusan, secara jelas menyatakan ”Terdakwa PT Dongwoo
Environmental Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Kim Young Woo…”.
Berikut kutipan tentang subyek terdakwa dalam putusan ini:
“memeriksa perkara pidana khusus dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa :
Nama : KIM YOUNG WOO ;
Tempat lahir : Seoul ;
Umur / tanggal lahir : 58 Tahun / 05 Januari 1950 ;
Jenis kelamin : Laki – laki ;
Kebangsaan : Korea Selatan ;
Tempat tinggal : xxxx
Agama : Kathol i k ;
Pekerjaan : Presiden Direktur PT. DongwooEnvironmental Indonesia ;”
Permasalahan ini juga diangkat oleh
Pemohon Kasasi (Terdakwa), dimana permasalahan perumusan subyek tersebut
telah terjadi dari tingkat pertama. Pemohon Kasasi berpandangan bahwa
jika perumusan subyeknya sebagaimana ditulis dalam putusan tingkat I dan
Banding maka sebenarnya yang menjadi terdakwa bukan lah PT. DEI namun
diri pribadi dari Kim Young Woo. Sementara itu jika dalam perkara ini
yang diadili adalah diri pribadi dari Kim Young Woo maka perkara ini
melanggar asas Ne Bis In Idem, mengingat terhadap diri pribadi Kim Young
Woo telah diperiksa dan diputus juga dalam berkas perkara yang
tersendiri.
Pemohon Kasasi Permasalahan
ketidakjelasan perumusan siapa yang menjadi terdakwa dalam perkara ini
mungkin terjadi karena permasalahan teknis belaka yang sangat mungkin
juga disebabkan minimnya pengaturan mengenai tindak pidana yang
dilakukan oleh korporasi. Namun sayangnya permasalahan ini tidak dijawab
oleh Mahkamah Agung. Seharusnya MA bisa memberikan kejelasan mengenai
permasalahan ini serta memberikan petunjuk dalam pertimbangannya
bagaimana seharusnya penempatan subyek dalam tindak pidana korporasi
kedepan, dengan tetap menyatakan kesalahan yang dilakukan baik oleh JPU
maupun Judex Facti dalam dakwaan maupun putusannya masih bisa dimaklumi.
Permasalahan kedua sangat terkait dengan
permasalahan pertama, yaitu mengenai subsidair dari hukuman denda
apabila Terdakwa tidak membayar denda tersebut. Dalam putusannya MA
menyatakan bahwa Terdakwa dijatuhi pidana denda sebesar Rp. 650 juta,
dan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana
kurungan selama 6 (enam) bulan. Permasalahannya adalah siapa yang akan
menjalani pidana kurungan tersebut apabila PT DEI tidak mau membayarnya?
Apakah Kim Young Woo? Dalam kapasitas apa ia akan dikenakan kurungan?
Apakah dalam kapasitasnya sebagai Presiden Direktur atau sebagai
pribadi? Bagaimana jika ternyata telah terjadi pergantian jabatan
Presiden Direktur, apakah yang menjalani kurungan tetap Kim Young Woo
atau Presiden Direktur yang pada saat itu menjabat?
Ketidakjelasan mengenai pengganti denda
yang dapat memaksa Terdakwa dalam hal Terdakwa merupakan suatu Korporasi
dalam UU 23 Tahun 1997 (saat ini telah diganti dengan UU No. 32/2009)
tidak diatur. Karena hal tersebut tidak diatur maka berdasarkan pasal
103 KUHP ketentuan yang berlaku tentunya apa yang diatur dalam Buku I
KUHP, dalam hal ini apabila denda tidak dibayarkan maka diganti dengan
pidana kurungan. Dalam hal pertanggungjawaban korporasi tentu pidana
kurungan tidak dapat dijatuhkan, karena korporasi tidak mungkin bisa
dikurung. Sehingga sebenarnya terdapat kekosongan hukum mengenai hal
ini. Perkara ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh MA untuk mengisi
kekosongan hukum tersebut, misalnya dengan menyatakan bahwa apabila
denda tidak dibayarkan maka asetnya akan dirampas oleh negara senilai
denda yang dijatuhkan. Sekali lagi, sayangnya MA tidak mengambil
kesempatan ini.
Pertimbangan MA:
Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
- Bahwa terlepas dari alasan-alasan
kasasi Judex Facti telah salah menerapkan hukum yaitu Judex Facti telah
salah dan keliru dalam penjatuhan sanks i terhadap Terdakwa sesuai
dengan ketentuan Pasal 45 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang mengancam sanksi terhadap pelanggar ketentuan a
quo dengan sanksi denda lebih berat yaitu di tambah sepertiga bila
tindak pidana di lakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum,
perseroan , perserikatan, yayasan atau organisasi lain ;
- Bahwa perbuatan Terdakwa dilakukan
dalam kedudukan sebagai Presiden Direktur PT. Dongwoo Environmental
Indonesia yang bergerak di bidang Pengelolaan Limbah B3, yang secara
melawan hukum telah dengan sengaja melakaukan perbuatan pencemaran
lingkungan hidup secara berlan jut dengan cara membuang limbah sisa–sisa
pengolahan limbah B3 yang dilakukan PT. Dongwoo sejak bulan Oktober
2005 sampai dengan bulan Juni 2006, ke lokasi tanah kosong di Kampung
Sempu, Desa Pasirgombong, Kecamatan Cikarang Utara, yang mengakibatkan
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yaitu tanah di wilayah
pembuangan limbah telah terkontaminasi bahan pelarut organik yang
bersifat racun akut dan kronis yang dapat menyerang pernafasan makluk
hidup, sehingga berakibat 12 (dua belas) orang penduduk menderita sakit
sesuai Visum Et Repertum Dr. Ridwan Juansyah maupun hasil Lab Krim
tanggal 26 Juni 2006 ;
Majelis Hakim Agung:
- Mansur Kartayasa (Ketua)
- M. Zaharuddin Utama
- Imam Harjadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar