Sabtu, 02 April 2011

PENGUASAAN BENDA (BEZIT)

PENGUASAAN BENDA (BEZIT)
Oleh: Trini Handayani
ABSTRAK:

    Bezit adalah kedudukan menguasai atau menikmati suatu barang yang ada dalam kekuasaan seseorang secara pribadi atau perantaraan orang lain, seakan-akan barang itu miliknya. Bezit atas benda dibagi menjadi dua, yaitu: bezit yang beritikad baik (bezit te goeder trouw), apabila bezitter (pemegang bezit) memperoleh benda itu tanpa adanya cacat-cacat di dalamnya dan bezit beritikad buruk (bezit te kwader trouw) apabila pemegangnya (bezitter) mengetahui bahwa benda yang dikuasainya bukan miliknya. Berakhirnya bezit dapat atas kehendak sendiri dan bukan karena kehendak sendiri.
KATA KUNCI:

Pengertian Benda, Hukum Benda (ZakenRecht), Bezit, Bezitter. 

PENGERTIAN HUKUM PERDATA

Hukum Perdata adalah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun keluarga.
Hukum Perdata dibedakan menjadi dua, yaitu: Hukum Perdata Materiil dan Hukum Perdata Formil. Hukum Perdata Materiil mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subyek hukum, sedangkan Hukum Perdata Formil mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar orang lain. Hukum Perdata Formil mempertahankan Hukum Perdata Materiil, karena Hukum Perdata Formil berfungsi menerapkan Hukum Perdata Materiil apabila ada yang melanggarnya.
Sistematika Hukum Perdata menurut pembagian KUHPerdata:
Buku I    : tentang orang (Personenrecht);
Buku II    : tentang hukum benda (ZakenRecht);
Buku III    : tentang Perikatan (Van Verbintenissen);
Buku IV    : tentang Pembuktian dan Daluwarsa (Van Verjaring).  

HUKUM BENDA:


Pengertian Benda:
  1. Sebagai barang yang dapat dilihat/ berwujud (pengertian sempit);
  2. Sebagai kekayaan seseorang yang berupa hak dan penghasilan;
  3. Sebagai obyek hukum, lawannya subyek hukum.
Menurut Pasal 499 KUHPerdata: kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasasi oleh hak milik.
Benda sebagai obyek hukum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
  1. Benda Berwujud: benda yang dapat diraba dengan pancaindera (contoh: tanah, rumah, binatang, dsb);
  2. Benda yang tidak dapat diraba (contoh: hasil pikiran seseorang, hak pengarang, hak tagihan/ piutang, dsb).
Macam-macam Benda:
Di dalam Pasal 503, 504 dan Pasal 505 KUHPerdata telah ditentukan pembagian benda. Benda dalam ketentuan tersebut dibagi menjadi dua macam, yaitu:
  1. Benda bertubuh dan tidak bertubuh;
  2. Benda bergerak dan tidak bergerak.
Menurut Subekti dan Vollmar, dikenal empat macam benda, yaitu:
  1. Benda yang dapat diganti (contoh: uang) dan yang tidak dapat diganti (contoh: seekor kuda);
  2. Benda yang dapat diperdagangkan (praktis semua barang dapat diperdagangkan) dan yang tidak dapat diperdagangkan atau di luar perdagangan (contoh: jalan, lapangan umum);
  3. Benda yang dapat dibagi (contoh: beras) dan benda yang tidak dapat dibagi (contoh: kerbau);
  4. Benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Dari keempat macam pembagian benda tersebut, yang paling penting adalah pembagian benda dalam benda yang bergerak dan benda yang tidak bergerak. Ada dua hal penting dari pembagian benda tersebut, yaitu:
  1. Penting untuk penyerahan, penyerahan benda tidak bergerak biasanya diperlukan pendaftaran, seperti tanah harus didaftarkan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) tingkat Kabupaten/ Kota. Penyerahan untuk benda bergerak biasanya dilakukan dengan penyerahan nyata;
  2. Penting untuk pembebanan atau jaminan.
      PENGUASAAN (BEZIT)
     
  3. Dasar hukum, pengertian dan unsur-unsur Bezit;
  4. Pembagian Bezit;
  5. Cara memperoleh dan mempertahankan Bezit;
  6. Hak-hak Bezitter;
  7. Berakhirnya Bezit.
DASAR HUKUM, PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR BEZIT:
Bezit diatur dalam Pasal 529 sampai dengan 568 KUHPerdata.
Istilah Bezit berasal dari kata Zitten (Belanda), yang secara letterlijk berarti menduduki. Bezit adalah kedudukan menguasai atau menikmati suatu barang yang ada dalam kekuasaan seseorang secara pribadi atau perantaraan orang lain, seakan-akan barang itu miliknya. Kata seakan-akan mengandung makna bahwa barang-barang yang ada di tangan bezitter merupakan miliknya, namun secara yuridis belum tentu ia sebagai pemiliknya. Misalnya: A secara nyata menguasai sebidang tanah sawah seluas 2 ha. Namun, secara yuridis formal belum tentu tanah itu sebagai miliknya, mungkin saja tanah itu milik si B. Bezitter hanya bertindak sebagai penggarap atau telah menguasai tanah itu secara illegal.
Menurut pendapat Salim HS, bezit adalah suatu keadaan yang senyatanya, seseorang menguasai suatu benda, baik benda bergerak maupun tidak bergerak, namun secara yuridis formal benda itu belum tentu miliknya. Ini berarti bahwa bezitter hanya menguasai benda secara materiil saja, sedangkan secara yuridis formal benda itu milik orang lain.
    Menguasai suatu benda mungkin sebagai pemegang saja atau mungkin sebagai orang yang menikmati bendanya. Menguasai benda sebagai pemegang saja, misalnya pada hak gadai. Pemegang benda jaminan tidak boleh menikmati benda jaminan, ia hanya menguasai sebagai pemegang saja (holder).
Menguasai benda sebagai orang yang menikmati, artinya mengambil manfaat secara materiil, misalnya pada hak memungut hasil, hak pakai dan mendiami, hak sewa. Penguasa benda tidak hanya memegang, melainkan menikmati dan itu adalah hak yang diperolehnya atas suatu benda.
Menguasai benda, dapat dilakukan sendiri atau dengan perantaraan orang lain, contoh menguasai benda yang dilakukan sendiri, menemukan intan/ emas di tempat galian, memperoleh rusa di hutan bebas, menemukan benda berharga di jalan, dsb. Menguasai benda semacam ini diakui oleh Undang-undang yaitu tercantum dalam Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata.
Menguasai benda yang dilakukan dengan perantaraan orang lain, misalnya hak gadai melalui perantaraan debitur, dalam hak memungut hasil, hak sewa, hak pakai dalam mendiami melalui perataraan pemiliknya. Menguasai benda dengan cara ini disetujui oleh pemiliknya berdasarkan perjanjian, jadi diakui oleh hukum.
Unsur-unsur yang tercantum dalam bezit adalah sebagai berikut:
  1. Corpus;
  2. Animus.
Corpus artinya hubungan langsung antara orang yang menguasai dan benda yang dikuasai.
Animus artinya hubungan tersebut harus dikehendaki oleh orang yang menguasai benda tersebut. Orang itu harus sudah dewasa, berkehendak bebas, tidak dipaksa, sehat pikiran dan tidak di bawah pengampuan (onder curatele).
 
PEMBAGIAN BEZIT:
Bezit atas benda dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
  1. Bezit yang beritikad baik (bezit te goeder trouw);
  2. Bezit beritikad buruk (bezit te kwader trouw), tercantum dalam Pasal 530 KUHPerdata, Art 586 NBW.
Terjadinya bezit yang beritikad baik, apabila bezitter (pemegang bezit) memperoleh benda itu tanpa adanya cacat-cacat di dalamnya.
Terjadinya bezit beritikad buruk apabila pemegangnya (bezitter) mengetahui bahwa benda yang dikuasainya bukan miliknya. Contoh: A membeli sebuah rumah beserta pekarangannya seluas 600 m2, teapi rumah yang dibelinya ditinggalkan oleh A selama 10 tahun. Pada saat kembali, ternyata tanah pekarangannya seluas 400 m2 telah dikuasai oleh B. Alasan B menguasai tanah pekarangan tersebut adalah karena B mengira bahwa tanah itu merupakan bagian dari tanahnya yang seluas 0,53 ha. Adanya penguasaan tanah pekarangan yang dilakukan oleh B tersebut ternyata membuat A keberatan, kemudian A menggugat B ke pengadilan dengan alasan penguasaan tanah secara illegal. Atas keberatan itu, maka pengadilan, baik pada tingkat PN, PT maupun MA telah menerima gugatan yang diajukan oleh A. Berdasarkan kasus tersebut tampak bahwa B menguasai suatu benda berdasarkan itikad buruk.
FUNGSI PENGUASAAN (BEZIT):
  1. Fungsi Yustisial: siapa yang menguasai suatu benda, dianggap sebagai orang yang berhak atas benda tersebut sampai dapat dibuktikan sebaliknya (pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata). Hukum melindungi keadaan ini tanpa mempersoalkan siapa sebenarnya yang mempunyai hak milik atas benda itu. Siapa yang merasa penguasaannya (bezitnya) terganggu, berhak mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri.
    Gugatan penguasaan hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri dalam hal ada gangguan, bukan karena hilang. Pasal 550 KUHPerdata menyatakan bahwa syarat-syarat untuk menggugat karena gangguan penguasaan adalah:
    1. penggugat harus orang yang menguasai (membezit) benda;
    2. harus ada gangguan dari pihak lain.
    Isi tuntutan (petitum) dalam gugatan tersebut adalah:
    1. pernyataan hakim bahwa penggugat adalah orang yang menguasai (membezit) benda;
    2. perintah hakim supaya menghentikan gangguan;
    3. pemulihan dalam keadaan semula (rechtsherstel);
    4. minta pembayaran ganti kerugian.
  2. Fungsi zakenrechttelijk: fungsi penguasaan dapat merubah status orang yang menguasai benda menjadi pemiik benda. Hal ini dapat terjadi karena penguasaan yang terus menerus tanpa ada gugatan dari pemilik sebenarnya. Setelah tenggang waktu tertentu, penguasaan akan berubah menjadi hak milik melalui lembaga daluarsa (verjaring). Hak milik adalah hak kebendaan yang paling sempurna dan lengkap.
CARA MEMPEROLEH PENGUASAAN (BEZIT)
Menurut ketentuan Pasal 538 KUHPerdata, ‘penguasaan atas suatu benda diperoleh dengan cara menempatkan benda itu dalam kekuasaan dengan maksud mempertahankannya untuk diri sendiri’. Unsur-unsur yang perlu diketahui dalam pasal tersebut adalah:
  1. Kata ‘menempatkan’ adalah perbuatan aktif yang mengandung gerak, dapat dilakukan sendiri atau dilakukan orang lain atas nama;
  2. Kata ‘benda’ meliputi benda bergerak dan benda tak bergerak. Benda bergerak meliputi benda yang sudah ada pemiliknya ataupun yang belum ada pemiliknya (res nullius);
  3. Kata ‘dalam kekuasaan’ menunjukkan keharusan adanya hubungan langsung antara orang yang menguasai dan benda yang dikuasai (corpus);
  4. Kata ‘mempertahankan untuk diri sendiri’ menunjukkan keharusan adanya ‘animus’ yaitu kehendak menguasai benda itu untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain. Setiap pemegang/ penguasaan benda itu dianggap mempertahankan penguasaannya, selama benda itu tidak beralih ke tangan orang lain atau selama benda itu tidak nyata-nyata telah ditinggalkannya (Pasal 542 KUHPerdata).
Dari unsur-unsur Pasal 538 KUHPerdata tersebut dapat diperinci cara memperoleh penguasaan itu dengan menguasai benda yang belum atau tidak ada pemiliknya dan menguasai benda yang sudah ada pemiliknya.
  1. Menguasai benda yang tidak ada pemiliknya, disebut penguasaan originair atau penguasaan occupation. Memperoleh penguasaan tanpa bantuan orang lain, hanya tertuju pada benda bergerak yang tidak ada pemiliknya (res nullius) kemudian diakui dan dikuasai. Misalnya: mengaku dan menguasai ikan di sungai/ laut, rusa di hutan bebas, buah-buahan di hutan belantara, benda di tempat pembuangan sampah, barang bekas yang dibuang oleh pemiliknya, dsb;
  2. Menguasai benda yang sudah ada pemiliknya, dengan bantuan orang yang menguasai lebih dulu atau tanpa bantuan orang yang bersangkutan.
    Memperoleh penguasaan tanpa bantuan orang yang menguasai lebih dulu atau pemiliknya disebut ‘penguasaan traditio‘ atau ‘penguasaan derivatif‘ melalui penyerahan benda, misalnya penguasaan dalam hak gadai, hak pakai, hak memungut hasil, hak sewa.
    Memperoleh penguasaan tanpa bantuan orang yang menguasai lebih dulu atau pemiliknya disebut ‘penguasaan tanpa levering’. Misalnya penguasan benda temuan di jalan, benda orang lain yang hilang. Menurut ketentuan Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata, penguasaan berlaku sebagai alas hak yang sempurna (volkomen titel). Dengan demikian, orang yang menguasai benda itu sama dengan pemiliknya.
    Ketentuan Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata dibatasi oleh ayat (2), bahwa perlindungan yang diberikan oleh ayat (1) itu tidak berlaku bagi benda-benda yang hilang atau benda curian. Siapa yang kehilangan atau kecurian suatu benda, dalam jangka waktu tiga tahun terhitung sejak hilang atau dicuri bendanya yang hilang berhak meminta kembali bendanya yang hilang atau dicuri dari pemegangnya.
Tetapi jika pemegang benda itu memperoleh atau membelinya di pasar tahunan, pelelangan umum atau dari pedagang yang lazim memperdagangkan benda itu, pemilik benda itu harus mengembalikan harga benda yang telah dibayar oleh pemegang itu (Pasal 582 KUHPerdata).
HAK-HAK BEZITTER:
  1. Berdasarkan tujuan:
    1. Penguasaan yang bertujuan memiliki benda: penguasaan ini dapat terjadi karena Undang-undang atau karena perjanjian. Karena UU, misalnya penguasaan atas benda milik orang lain yang hilang atau ditemukan di suatu tempat umum. Penemunya dianggap sebagai pemilik oleh UU (Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata), kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya, dan inipun sebatas hanya dalam tenggang waktu tiga tahun untuk benda bergerak (Pasal 1977 ayat (2) KUHPerdata). Demikian juga penguasaan benda tidak bergerak misalnya sebidang tanah, apabila lampau tenggang waktu 20 tahun (dalam hal ada alas hak) atau 30 tahun (dalam hal tanpa alas hak), tanpa diminta kembali oleh pemiliknya, Undang-undang menentukan bahwa penguasaan berubah menjadi hak milik. Orang yang menguasai benda itu berubah menjadi pemilik karena daluarsa (verjaring).
    2. Penguasaan yang tidak bertujuan memiliki benda: penguasaan ini umumnya terjadi karena perjanjian yang berlaku dalam tenggang waktu tertentu saja. Berdasarkan perjanjian tertentu itu, seseorang dapat menguasai benda milik orang lain, misalnya karena sewa menyewa, pinjam pakai, gadai. Orang yang menguasai benda itu tidak berkehendak memilikinya, melainkan hanya memegang, memelihara, menyimpan atau hanya menikmati bendanya saja. Penguasaan ini disebut detensi. Orang yang menguasai benda disebut detentor atau houder.
  2. Berdasarkan itikad orang yang menguasai benda:
    1. Penguasaan yang jujur (te goeder trouw), dikatakan penguasaan yang jujur apabila penguasaan itu diperoleh berdasarkan cara-cara memperoleh hak milik, sedangkan yang memperoleh itu tidak mengetahui kekurangan (cacat) yang terdapat dalam benda itu (Pasal 531 KUHPerdata). Setiap penguasaan selalu dianggap jujur kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya. Dalam hukum berlaku asas bahwa kejujuran itu selalu ada pada setiap orang, sedangkan ketidakjujuran harus dibuktikan (Pasal 533 KUHPerdata).
      Hak-hak penguasaan yang jujur menurut hukum adalah sebagai berikut:
      1. orang yang menguasai benda dianggap sebagai pemiliknya sampai dapat dibuktikan sebaliknya di muka pengadilan;
      2. orang yang menguasai benda itu dapat memperoleh hak milik atas benda itu karena daluarsa (verjaring);
      3. orang yang menguasai benda itu berhak menikmati segala hasilnya sampai saat penuntutan kembali benda itu di muka pengadilan;
      4. orang yang menguasai benda itu berhak mempertahankan penguasaannya terhadap gangguan atau berhak dipulihkan kembali apabila kehilangan penguasaannya (Pasal 548 KUHPerdata).
    2. Penguasaan yang tidak jujur (te kwader trouw), apabila orang tersebut pada permulaan menguasai benda itu mengetahui atau setidak-tidaknya seharusnya mengerti bahwa dengan penguasaan benda itu ia merugikan orang lain. Pasal 532 KUHPerdata menekankan bahwa ‘orang yang menguasai benda itu mengetaahui bahwa benda itu bukan miliknya’. Apakah penguasaan itu merugikan orang lain atau tidak, bukan persoalan. Hoge Raad menekankan bahwa ‘orang yang menguasai benda itu mengetahui bahwa penguasaan itu merugikan orang lain, apakah benda yang dikuasai itu bukan miliknya, tidak menjadi persoalan.
      Perlindungan hukum bagi orang tersebut berupa hak-hak berikut ini sesuai dengan ketentuan Pasal 549 KUHPerdata, adalah sebagai berikut:
      1. orang yang menguasai benda dianggap sebagai pemiliknya sampai dapat dibuktikan sebaliknya di muka pengadilan;
      2. orang yang menguasai benda itu apabila telah menikmati segala hasilnya wajib mengembalikannya kepada yang berhak;
      3. orang yang menguasai benda itu berhak mempertahankan penguasaannya terhadap gangguan atau berhak dipulihkan kembali apabila kehilangan penguasaannya (Pasal 548 KUHPerdata).
     
TEORI MENGENAI PENGUASAAN BENDA BERGERAK
Menurut ketentuan Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata ‘terhadap benda bergerak yang tidak berupa bungan maupun piutang yang tidak atas tunjuk (aan toonder), maka siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya’.
  1. Eigendomstheorie, dikemukakan oleh Meijers yang menafsirkan Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata itu secara gramatikal. Penguasaan atas benda bergerak berlaku alas hak yang sempurna (eigendom) adalah hak milik. Dengan demikian, siapa yang menguasai benda bergerak secara jujur (te goeder trouw) ia adalah pemilik benda itu tanpa memperhatikan apakah ada alas hak yang sah atau tidak, apakah berasal dari orang yang berwenang menguasai benda itu atau tidak.
  2. Legitimatietheorie, dikemukakan oleh Paul Scholten, yang menyatakan bahwa penguasaan itu bukan hak milik, penguasaan tidak sama dengan hak milik. Penguasaan hanya berfungsi ‘mengesahkan’ orang yang menguasai benda itu sebagai pemiliknya. Tujuan Paul Scholten dengan teori ini ialah untuk melindungi pihak ketiga yang jujur. Tetapi tidak semua pihak ketiga yang jujur harus dilindungi. Oleh karena itu di dalam menafsirkan Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata itu sedemikian rupa sehingga perlindungan hukum oleh pasal tersebut hanya berlaku terhadap perbuatan-perbuatan perdagangan (handelsdaden). Seseorang yang jujur menerima suatu benda sebagai hadiah dari orang yang bukan pemilik benda tersebut tidak perlu dilindungi terhadap pemilik asli, karena menerima hadiah bukanlah perbuatan perdagangan. Figur hukum yang diajarkan Paul Scholten ini disebut rechtsverfijning (penghalusan hukum).
 
BERAKHIRNYA BEZIT
Benda yang dikuasai secara bezit akan berakhir atas kehendak sendiri dari bezitter maupun tanpa kehendak sendiri (Pasal 543 KUHPerdata sampai dengan Pasal 547 KUHPerdata). Berakhirnya bezit atas kehendak sendiri dari bezitter adalah bahwa bezitter menyerahkan benda tersebut secara sukarela kepada orang lain atau meninggalkan barang yang sudah dikuasainya. Contoh: A menyewa tanah kepada B dan mengembalikan lagi kepada B karena habisnya masa sewanya. Sedangkan berakhirnya bezit tanpa kehendak bezitter adalah barang yang dikuasai olehnya beralih kepada pihak lain tanpa ada kehendak dari bezitter untuk menyerahkannya.
 
Berakhirnya bezit tanpa kehendak dari bezitter adalah:
  1. Pihak lain menarik atau mengambil sebidang tanah, pekarangan atau bangunan tanpa mempedulikan pemegang bezit (Pasal 545 KUHPerdata);
  2. Sebidang tanah tenggelam karena banjir (Pasal 545 KUHPerdata);
  3. Barang itu telah diambil atau dicuri oleh pihak lain (pasal 546 KUHPerdata);
  4. Barang atau benda itu telah dihilangkannya dan tidak diketahui di mana beradanya (Pasal 546 KUHPerdata);
  5. Kedudukan atas benda tak bertubuh berakhir bagi bezitter apabila orang lain menikmatinya selama satu tahun tanpa adanya gangguan dari siapapun (Pasal 547 KUHPerdata).

DAFTAR PUSTAKA
 
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000
R. Subekti & R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hkum Perdata, PT Pradnya Paramita, cetakan ketigapuluh enam, Jakarta, 2005
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2004
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Yogyakarta, 2001

KADALUARSA MENURUT KUH PERDATA

BAGIAN 1
Lewat Waktu pada Umumnya

1946. Lewat waktu ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang.
1947. Seseorang tidak boleh melepaskan lewat waktu sebelum tiba waktunya tetapi boleh melepaskan suatu lewat waktu yang telah diperolehnya.
1948. Pelepasan lewat waktu dapat dilakukan secara tegas atau secara diam-diam. Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu perbuatan yang menimbulkan dugaan bahwa seseorang tidak hendak menggunakan suatu hak yang telah diperolehnya.
1949. Barangsiapa tidak diperbolehkan memindahtangankan sesuatu, juga tidak boleh melepaskan lewat waktu diperolehnya.
1950. Hakim, karena jabatannya, tidak boleh mempergunakan lewat waktu.
1951. Pada setiap tingkat pemeriksaan perkara, dapat diajukan adanya lewat waktu, bahkan pada tingkat banding pun.
1952. Kreditur atau orang lain yang berkepentingan dapat melawan pelepasan lewat waktu yang dilakukan oleh debitur yang secara curang bermaksud mengurangi hak kreditur atau orang yang lain tersebut.
1953. Seseorang tidak dapat menggunakan lewat waktu untuk memperoleh hak milik atas barang-barang yang tidak beredar dalam perdagangan.
1954. Pemerintah yang mewakili negara, Kepala Pemerintahan Daerah yang bertindak dalam jabatannya, dan lembaga-lembaga umum, tunduk pada lewat waktu sama seperti orang perseorangan, dan dapat menggunakannya dengan cara yang sama.
1955. Untuk memperoleh hak milik atas sesuatu dengan upaya lewat waktu, seseorang harus bertindak sebagai pemilik sesuai itu dengan menguasainya secara terus-menerus dan tidak terputus- putus, secara terbuka di hadapan umum dan secara tegas.
1956. Perbuatan memaksa, perbuatan sewenang-wenang atau perbuatan membiarkan begitu saja, tidaklah menimbulkan suatu besit yang dapat membuahkan lewat waktu.
1957. Seseorang yang sekarang menguasai suatu barang, yang membuktikan bahwa ia menguasai sejak dulu, dianggap juga telah menguasainya selama selang waktu antara dulu dan sekarang, tanpa mengurangi pembuktian hal yang sebaliknya.
1958. Untuk memenuhi waktu yang diperlukan untuk lewat waktu, dapatlah seseorang menambah waktu selama ia berkuasa dengan waktu selama berkuasanya orang yang lebih dahulu berkuasa dari siapa ia telah memperoleh barangnya, tak peduli bagaimana ia menggantikan orang itu, baik dengan alas hak umum maupun dengan alas hak khusus, baik dengan cuma-cuma maupun atas beban.
1959. Orang yang menguasai suatu barang untuk orang lain, begitu pula ahli warisnya, sekali-kali tidak dapat memperoleh sesuatu dengan jalan lewat waktu, berapa lama pun waktu yang telah lewat.
Demikian pula seorang penyewa, seorang penyimpan, seorang penikmat hasil, dan semua orang lain yang memegang suatu barang berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya, tak dapat memperoleh barang itu
1960. Mereka yang disebutkan dalam pasal yang lalu dapat memperoleh hak milik dengan jalan lewat waktu, jika alas hak besit mereka telah berganti, baik karena suatu sebab yang berasal dari pihak ketiga, maupun karena pembantahan yang mereka lakukan terhadap hak milik.
1961. Mereka yang telah menerima suatu barang, yang diserahkan dengan alas hak yang dapat memindahkan hak milik oleh penyewa, penyimpan dan orang-orang lain yang menguasai barang itu berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya, dapat memperoleh barang tersebut dengan jalan lewat waktu.
1962. Lewat waktu dihitung menurut hari, bukan menurut jam.
Lewat waktu itu diperoleh bila hari terakhir dari jangka waktu yang diperlukan telah lewat.

BAGIAN 2
Lewat Waktu Sebagai Suatu Sarana Hukum untuk Memperoleh Sesuatu
 
1963. Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh suatu barang tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk dengan suatu besit selama dua puluh tahun, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan lewat waktu.
Seseorang yang dengan itikad baik menguasai sesuatu selama tiga puluh tahun memperoleh hak milik tanpa dapat dipaksa untuk menunjukkan alas haknya.
1964. Suatu tanda alas hak yang batal karena suatu cacat dalam bentuknya tidak dapat digunakan sebagai dasar suatu lewat waktu selama dua puluh tahun.
1965. Itikad baik harus selalu dianggap ada, dan barangsiapa mengajukan tuntutan atas dasar itikad buruk, wajib membuktikannya.
1966. Cukuplah bila pada waktu memperoleh sesuatu itu itikad baik itu sudah ada.

BAGIAN 3
Lewat Waktu Sebagai Suatu Alasan untuk Dibebaskan dari Suatu Kewajiban

1967. Semua tuntuan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena lewat waktu dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya lewat waktu itu, tidak usah menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk.
1968. Tuntutan para ahli dan pengajar dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, untuk pelajaran yang mereka berikan dalam tiap-tiap bulan atau waktu yang lebih pendek;
tuntutan para penguasa rumah penginapan dan rumah makan, untuk pemberian penginapan serta makanan;
tuntutan para buruh yang upahnya harus dibayar dalam bentuk uang tiap-tiap kali setelah lewat waktu yang kurang dari satu triwulan, untuk mendapat pembayaran upah mereka serta jumlah kenaikan upah itu menurut Pasal 1602q;
semua tuntutan ini lewat waktu dengan lewatnya waktu satu tahun.
1969. Tuntutan para dokter dan ahli obat-obatan, untuk kunjungan dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawatan dan pemberian obat-obatan;
tuntutan para juru sita, untuk upah mereka dalam memberitahukan akta-akta dan melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada mereka;
tuntutan para pengelola sekolah berasrama, untuk uang makan dan pengajaran bagi muridnya, begitu pula tuntutan pengajar-pengajar lainnya untuk pengajaran yang mereka berikan;
tuntutan pada buruh, kecuali mereka yang dimaksudkan dalam Pasal 1968, untuk pembayaran upah mereka serta jumlah kenaikan upah itu menurut Pasal 1602 q;
semuanya lewat waktu dengan lewatnya waktu dua tahun.
1970. Tuntutan para advokat untuk pembayaran jasa mereka dan tuntutan para pengacara untuk pembayaran persekot dan upah mereka, hapus karena lewat waktu dengan lewatnya waktu dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari diputusnya perkara, hari tercapainya perdamaian antara pihak-pihak yang berperkara, atau hari dicabutnya kuasa pengacara itu.
Dalam hal perkara yang tidak selesai, tak dapatlah mereka menuntut pembayaran persekot dan jasa yang telah ditunggak lebih dari sepuluh tahun.
Tuntutan para Notaris untuk pembayaran persekot dan upah mereka, lewat waktu juga dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari dibuatnya akta yang bersangkutan.
1971. Tuntutan para tukang kayu, tukang batu dan tukang lain untuk pembayaran bahan-bahan yang mereka berikan dan upah-upah mereka;
tuntutan para pengusaha toko untuk pembayaran barang-barang yang telah mereka serahkan, sekedar tuntutan ini mengenai pekerjaan dan penyerahan yang tidak mengenai pekerjaan tetap debitur;
semua itu lewat waktu dengan lewatnya waktu lima tahun.
1972. Lewat waktu yang disebutkan dalam keempat pasal yang lalu terjadi, meskipun seseorang terus melakukan penyerahan, memberikan jasa dan menjalankan pekerjaannya.
Lewat waktu itu hanya berhenti berjalan, bila dibuat suatu pengakuan utang tertulis, atau bila lewat waktu dicegah menurut Pasal 1979 dan 1980.
1973. Namun demikian, orang yang kepadanya diajukan lewat waktu yang disebut dalam Pasal 1968, 1969, 1970 dan 1971, dapat menuntut supaya mereka yang menggunakan lewat waktu itu bersumpah bahwa utang mereka benar-benar telah dibayar.
Kepada para janda dan para ahli waris, atau jika mereka yang disebut terakhir ini belum dewasa, kepada para wali mereka, dapat diperintahkan sumpah untuk menerangkan bahwa mereka tidak tahu tentang adanya utang yang demikian.
1974. Para Hakim dan Pengacara tidak bertanggung jawab atas penyerahan surat-surat setelah lewat waktu lima tahun sesudah pemutusan perkara.
Para juru sita dibebaskan dari pertanggungjawaban tentang hak itu setelah lewat waktu dua tahun, terhitung sejak pelaksanaan kuasa atau pemberitahuan akta-akta ditugaskan kepada mereka.
1975. Bunga atas bunga abadi atau bunga cagak hidup;
bunga atas tunjangan tahunan untuk pemeliharaan;
harga sewa rumah dan tanah;
bunga atas utang pinjaman, dan pada umumnya segala sesuatu yang harus dibayar tiap tahun atau tiap waktu tertentu yang lebih pendek;
semua itu lewat waktu setelah lewatnya waktu lima tahun.
1976. Lewat waktu yang diatur dalam Pasal 1968 dan seterusnya dalam bab ini, berlaku bagi anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan; hal ini tidak mengurangi tuntutan mereka akan ganti rugi terhadap para ahli waris atau para pengampu mereka.
1977. Barangsiapa menguasai barang bergerak yang tidak berupa bunga atau piutang yang tidak harus di bayar atas tunjuk, dianggap sebagai pemiliknya sepenuhnya.
Walaupun demikian, barangsiapa kehilangan atau kecurian suatu barang, dalam jangka waktu tiga tahun, terhitung sejak hari barang itu hilang atau dicuri itu dikembalikan pemegangnya, tanpa mengurangi hak orang yang disebut terakhir ini untuk minta ganti rugi kepada orang yang menyerahkan barang itu kepadanya, pula tanpa mengurangi ketentuan Pasal 582.

BAGIAN 4
Sebab-sebab yang Mencegah Lewat Waktu

1978. Lewat waktu dicegah bila pemanfaatan barang itu dirampas selama lebih dari satu tahun dari tangan orang yang menguasainya, baik oleh pemiliknya semula maupun oleh pihak ketiga.
1979. Lewat waktu itu dicegah pula oleh suatu peringatan, suatu gugatan, dan tiap perbuatan-perbuatan berupa tuntutan hukum, masing-masing dengan pemberitahuan dalam bentuk yang telah ditentukan, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam hal itu atas nama pihak yang berhak, dan disampaikan kepada orang yang berhak dicegah memperoleh lewat waktu itu.
1980. Gugatan di muka Hakim yang tidak berkuasa, juga mencegah lewat waktu.
1981. Namun lewat waktu tidak dicegah, bila peringatan atau gugatan dicabut atau dinyatakan batal, entah karena penggugat menggugurkan tuntutannya, entah karena tuntutan itu dinyatakan gugur akibat lewat waktunya.
1982. Pengakuan akan hak seseorang yang terhadapnya lewat waktu berjalan, yang diberikan dengan kata-kata atau dengan perbuatan oleh orang yang menguasainya atau dibitur, juga mencegah lewat waktu.
1983. Pemberitahuan menurut Pasal 1979 kepada salah seorang debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, atau pengakuan orang tersebut, mencegah lewat waktu terhadap para debitur lain, bahkan pula terhadap para ahli waris mereka.
Pemberitahuan kepada ahli waris salah seorang debitur dalam perikatan tanggung- menanggung, atau pengakuan ahli waris tersebut, tidaklah mencegah lewat waktu terhadap para ahli waris debitur lainnya, bahkan juga dalam hal suatu utang hipotek, kecuali untuk bagian ahli waris tersebut.
Dengan pemberitahuan atau pengakuan itu maka lewat waktu terhadap para debitur lain tidak dicegah lebih lanjut, kecuali untuk bagian ahli waris tersebut.
Untuk mencegah lewat waktu seluruh utang terhadap para debitur lainnya, perlu ada sesuatu pemberitahuan kepada semua ahli waris atau suatu pengakuan dari semua ahli waris itu.
1984. Pemberitahuan yang dilakukan kepada debitur utama atau pengakuan yang diberikan oleh debitur utama mencegah lewat waktu terhadap penanggung utang.
1985. Pencegahan lewat waktu yang dilakukan oleh salah seorang kreditur dalam suatu perikatan tanggung-menanggung berlaku bagi semua kreditur lainnya.

BAGIAN 5
Sebab-sebab yang Menangguhkan Lewat Waktu

1986. Lewat waktu berlaku terhadap siapa saja, kecuali terhadap mereka yang dikecualikan oleh undang-undang.
1987. Lewat waktu tidak dapat mulai berlaku atau berlangsung terhadap anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang ada di bawah pengampuan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang.
1988. Lewat waktu tidak dapat terjadi di antara suami istri.
1989. Lewat waktu tidak berlaku terhadap seorang istri selama ia berada dalam status perkawinan:
1. bila tuntutan istri tidak dapat diteruskan, kecuali setelah ia memilih akan menerima persatuan atau akan melepaskannya
2. bila suami, karena menjual barang milik pribadi istri tanpa persetujuannya, harus menanggung penjualan itu, dan tuntutan istri harus ditujukan kepada suami.
1990. Lewat waktu tidak berjalan:
terhadap piutang yang bersyarat, selama syarat ini tidak dipenuhi;
dalam hal suatu perkara untuk menanggung suatu penjualan, selama belum ada putusan untuk menyerahkan barang yang bersangkutan kepada orang lain;
terhadap suatu piutang yang baru dapat ditagih pada hari yang telah ditentukan, selama hari itu belum tiba.
1991. Terhadap seorang ahli waris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan, tidak dapat dikenakan lewat waktu mengenai piutang-piutangnya terhadap harta peninggalan.
Lewat waktu berlaku terhadap suatu warisan yang tak terurus, meskipun tidak ada pengampu warisan itu.
1992. Lewat waktu itu berlaku selama ahli waris masih mengadakan perundingan mengenai warisannya.

KETENTUAN PENUTUP

1993. Lewat waktu yang sudah mulai berjalan sebelum Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini diundangkan, harus diatur menurut undang-undang yang pada saat itu berlaku di Indonesia.
Namun lewat waktu demikian yang menurut perundang-undangan lama masih membutuhkan waktu selama lebih dari tiga puluh tahun, terhitung sejak Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini diundangkan, akan terpenuhi dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun.

Hukum Perdata "cessie"



Penyerahan hak-hak piutang atas nama, khususnya untuk benda bergerak dilakukan dengan Cessie. Cessie merupakan penggantian orang berpiutang lama (disebut: Cedent), dengan seseorang berpiutang baru (Cessionaris). Misalnya, A berpiutang pada B, tetapi A menyerahkan piutang itu kepada C, sehingga C-lah yang berhak atas piutang yang ada pada B.
Menurut pasal 613 KUH Perdata, penyerahan itu harus dilakukan dengan akta autentik atau di bawah tangan. Penyerahan secara lisan tidak sah. Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi supaya Cessie itu mempunyai kekuatan atau daya berlaku terhadap debitur, yaitu :

 Pemberitahuan penyerahan secara nyata dari cedent (piutang lama) kepada debitor atau ;
 Adanya pengakuan dari debitor secara tertulis.
Apabila pemberitahuan itu tidak dilakukan, debitor dapat melakukan pembayaran terhadap cedent, asalkan debitor masih menggangap cedent sebagai kreditor yang jujur.

Disamping ketiga penyerahan itu dikenal juga penyerahan lainnya, yaitu Levering piutang atas tunjuk. Penyerahan piutang atas tunjuk dilakukan dengan penyerahan secara nyata atas surat-surat itu (Pasal 613 ayat (1) KUH Perdata). Yang termasuk atas surat-surat disini, seperti Saham, Cek dan lain-lain.
Dari uraian diatas, dapat dirumuskan syarat-syarat asanya Levering, baik terhadap benda bergerak, benda tidak bergerak, maupun piutang atas nama:

 Harus ada perjanjian yang zakelijke, adalah perjanjian yang menyebabkan pindahnya hak-hak kebendaan (zakelijke rechten). Misalnya, eigendom, bezit, hipotek, dan pand;
 Harus ada title (alas hak), adalah hubungan hukun yang mengakibatkan Levering. Hubungan hukum yang paling sering adalah perjanjian. Misalnya, jual beli, tukar menukar, dan lain-lain.
 Harus dilakukan oleh orang yang berwenang menguasai benda tadi ;
 Harus ada penyerahan nyata atau yuridis ;
 Apabila salah satu syarat itu tidak dipenuhi, penyerahan (levering) atas benda yang menjadi objek levering menjadi tidak sah dan dapat digugat dimuka hakim.

Penyerahan (levering) diatur di dalam pasal 612 KUH Perdata , pasal 620 KUH Perdata. Di dalam NBW, Levering diatur dalam Buku III tentang Van Zaken, yang dimulai dari Art.639 – Art. 617 NBW.

Ada dua arti perkataan penyerahan (Levering), yaitu :
1. Feitelijke Levering, dan
2. Juridische Levering.

Feitelijke Levering adalah penyerahan yang nyata dari suatu benda, sehingga benda tersebut dialihkan ke dalam kekuasaan yang nyata dari pihak lawan. Sedangkan Juridische Levering adalah penyerahan milik berserta hak untuk memiliki suatu benda kepada pihak lainnya.

A. Pembagian Penyerahan
Di dalam BW dikenal tiga macam penyerahan (levering), yaitu :
a. Penyerahan (levering) benda bergerak ;
b. Penyerahan (levering) benda tidak bergerak;
c. Penyerahan (levering) piutang atas nama.
Yang ketiga hal tersebut akan dijelaskan dalam sub bab berikut.
B. Penyerahan Benda Bergerak
Ada tiga macam cara penyerahan (levering) benda bergerak, yaitu sebagai berikut :
 Penyerahan Nyata (Feitelijke Levering)
Feitelijke Levering adalah suatu penyerahan secara nyata terhadap benda bergerak berwujud yang dilakukan oleh pemilik terhadap pihak lainnya (pasal 612 KUH Perdata). Misalnya, A telah membeli Komputer pada sebuah toko dengan harga Rp. 1.000.000,00. Setelah A membayar, maka pemilik toko harus menyerahkan secara nyata kepada A. Penyerahan itu tidak perlu melalui proses yang panjang, cukup diserahkan begitu saja oleh pemilik toko.

 Penyerahan Kunci
Penyerahan kunci adalah suatu penyerahan terhadap benda bergerak, dimana benda bergerak itu berada di dalam suatu tempat atau gedung tempat benda tadi disimpan (Pasal 612 KUH Perdata). Misalnya, akan ada penyerahan beras atau gula yang telah disimpan dalam suatu gudang, maka yang diserahkan oleh pemilik kepada pembeli adalah kunci gudang tersebut.

 Penyerahan tidak perlu dilakukan
Penyerahan tidak perlu dilakukan disebabkan benda yang diserahkan telah berada di tangan atau dikuasai oleh yang hendak menerimanya.

Ada dua macam figure penyerahan cara ini :
(1) Penyerahan dengan tangan pendek ( Traditio Brevimanu)
Contohnya: A telah menyewa kendaraan milik B, tetapi karena B membutuhkan uang, maka kendaraan itu dijual kepada A. Pada mulanya A hanya sebagai penyewa, kini ia sebagai pemilik kendaraan ;

(2) Constitutum Pessesorium
Adalah suatu penyerahan, dimana benda yang akan diserahkan masih digunakanoleh pemiliknya untuk sementara waktu.
Contohnya: A pemilik sebuah kendaraan Kijang. Karena membutuhkan uang, ia menjual kendaraan itu kepada B, tetapi A masih membutuhkan kendaraan itu, kemudian ia meminjamkan kepada B, kedudukan A dulunya sebagai pemilik, tetapi kini sebagai piminjam.

C. Penyerahan Benda Tidak Bergerak
Penyerahan untuk benda tidak bergerak dilakukan dengan sebuah akta penyerahan (akta transport). Akta itu dibuat dengan akta Autentik atau akta dibawah tangan.
Untuk jual beli hak atas tanah, hipotek, maupun credietverband harus dilakukan dimuka dan dihadapan pejabat yang berwenang. Pejabat berwenang membuat akta hak atas tanah / hipotek /credietverband adalah notaries, PPAT dan camat untuk kecamatan yang belum mempunyai notaris.
Berdasarkan akta notaries itu, maka pembeli atau penjual / kreditur / debitur membawa akta itu ke Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten / Kotamadya untuk didaftarkan di dalam daftar buku tanah / hipotek / credietveriband.
Kembali kepada Ruang Lingkup Cessie dalam kehidupan sehari-hari didunia perdagangan kita mengenai bermacam-macam tagihan, seperti :
a. Tagihan Biasa
b. Wessel
c. Cheque
d. Promes
e. Ceel
f. Cognossement, dan lain-lain.

Tagihan-tagian tersebut diatas dapat berupa :
1. Sejumlah uang tertentu
2. Sejumlah barang tertentu
Sebagaian macam-macam tagihan tersebut dalam hal tertentu disyaratkan oleh undang-undang dan dibuat dalam bentuk tertulis, dari bentuk tagihan tersebut pada dasarnya mempunyai nilai uang tertentu paling tidak kalau tagihan (objek tagihan tertentu) dijual maka orang mengatakan surat tagian-tagihan tersebut merupakan sura bernilai.

Adv :SURAT BERNILAI
Dalam hal surat tagihan (surat bernilai) tersebut yang berupa tagihan atas sejumlah barang orang akan menamakan tagihan seperti itu surat-surat tak kebendaan.
Selain disebut dalam KUH Perdata, orang juga dapat mengadakan pengelompokan-pengelompokan tagihan-tagihan diatas dengan cara lain yaitu kedalam 3 kelompok, yaitu:

1. Tagihan atas Tunjuk (Aan Toonder ) dengan Ciri-ciri :
Tagihan –tagihan yang sama sekali tidak menunjuk nama kreditur dan hak tagihan tersebut dapat dilaksanakan oleh siapa saja yang menunjukkan surat tagihan tersebut.

2. Tagihan atas Order, dengan Ciri-ciri :
Tagihan-tagihan yang menyebutkan namanya krediturnya atau orang lain yang ditunjuk oleh kreditur tersebut yang tanpa bantuan atau kerjasama dari debitur dapat dialihkan kepada orang lain yang disebut oleh kreditur dengan cara Endossement.


3. Tagihan atas Nama, dengan Ciri-ciri :
Yang jelas bukan tagihan atas order maupun tagihan atas tunjuk. Pada prinsipnya tagihan atas nama menunjuk siapa krediturnya, tetapi karena tagihan atas nama pada azasnya tidak harus dituangkan dalam wujud suatu surat atau tulisan, maka pada tagihan atas nama yang dibuat secara lisan sulit untuk dikatakan bahwa tagihan tersebut menyebutkan nama krediturnya. Walaupun demikian para pihak tau siapa person di karenakan identitas dan krediturnya, dengan kata lain tagihan atas nama adalah tagihan-tagihan yang hanya dapat ditagih oleh kreditur tertentu saja.

D. Para Pihak dalam Cessie
Kreditur yang mengoperkan hak dan tagihannya. Tagihan atas nama kita disebut Cedent, sedangkan orang yang mengoper, yang menerima tagihan disebut Cessionaris , dan kreditur yang dalam Cessie tidak berganti disebut Cessus.
Kita melihat bahwa di dalm Cessie terlibat 3 pihak dalam tiga hubungan yang berlainan. Yang pertama, hubungan antara kreditur (semua / cedent) dengan debitur (cessus). Ini merupakan hubungan asal sebelum ada peristiwa cessie. Sesudah ada Cessie maka muncul hubungan yang kedua, yaitu hubungan antara cessionaries dengan cessus. Kedua hubungan yang terakhir akan kita bicarakan lebih lanjut.

E. Hubungan Antara Cedent dengan Cessionaris
Syarat umum dalam Cessie
 Rechtstitel yang sah
Penyerahan hak tagihan atas nama benda-benda tak bertubuh lainnya, merupakan bagian dari pada penyerahan benda-benda pada umumya. Maka untuk sahnya Cessie-pun disyaratkan adanya Rechtstitel untuk penyerahan hak milik dan dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kewenangan besehikking.
 Kewenangan mengambil tindakan Besehikking
Levering tagihan harus dilakukan oleh orang yangmempunyai kewenangan mengambil tindakan beschikking.

F. Cessie Accessoir pada Rechtstitel
Kalau kita membicarakan tentang tagihan atas nama, hendaknya kita jangan berfikir bahwa tagihan tersebut mesti timbul dari suatu perjanjian hutang piutang, sebab yang namanya tagihan atas nama bisa saja berupa tagihan atas kekurangan pembayaran suatu pembelian atau tagihan yang berasal dari suatu tuntutan ganti rugi bahkan tagihan tersebut tidak usah berwujud sejumlah uang tertentu. Dapat saja tagihan atas nama tersebut merupakan tagihan atas penyerahan barang.
Cessie sebagai cara untuk menyerahkan (levering) selalu Accessoir pada suatu peristiwa hukum yang menimbulkan kewajiban levering. Hubungan obligator yang mendahului Cessie dapat berupa perjanjian yang paling umum perjanjian jual beli, tapi bisa timbul karena hubungan obligatoir yang lain, seperti Inbreng atau Onreehtmatigedaad seperti dikatakan diatas.
Dalam hal dasar Cessie adalah jual beli atas hak tagihan atas nama , maka harga jual / beli tersebut tidak perlu bahkan biasanya lebih rendah dari nilai nominal tagihannya.
Kalau orang menjual hak tagihan yang baru matang untuk ditagih sebulan kemudian, maka pembeli tentunya tidak mau mengopernya dengan nilai yang sama dengan nilai nominalnya. Karena Cessie merupakan buntut dari suatu umpama karena perjanjian obligatoirnya cacat sehingga dibatalkan, maka akta cessie tidak menjadikan cessionaries pemilik dari tagihan yang diterimanya.

G. Syarat-syarat Khusus
Dalam pasal 613 KUH Perdata, menyatakan cessie harus dilakukan dengan membuat suatu akta dan akta yang demikian dinamakan akta Cessie. Dari ketentuan tersebut ternyata bahwa untuk Cessie ditentukan suatu bentuk tertentu, yaitu tertulis. Walaupun untuk hubungan obligatoir yang menjadi dasar Cessie, seperti misalnya jual belinya tidak diisyaratkan suatu bentuk tertentu. Cessie cukup dituangkan akta, baik di bawah tangan maupun autentik, asal di dalamnya tegas disebutkan bahwa kreditur lama dengan itu telah menyerahkan hak tagihannya kepada kreditur baru.
HgH dalam salah satu keputusannya mengatakan, bahwa akta Cessie itu tidak perlu berupa suatu perjanjian, pernyataan sepihak saja sudah cukup asal kemudian diterima oleh Cessionaris.
Dengan penanda tanganan akta Cessie saja, Cessie sudah selesai, sudah sah, artinya dioperkan hak tagih dari cedent kepada cessionaries.

H. Hubungan antara Cessionarris dengan Cessus
 Pemberitahuan (betekening)
Pada pasal 613 KUH Perdata ayat 2 mengatakan “bahwa akta cessie tersebut baru berlaku terhadap Cessus (debitur), kalau kepadanya sudah diberitahukan adanya Cessie atau secara tertulis disetujui atau diakui olehnya.
Ketentuan tersebut menentukan kita untuk membedakan antara 2 hubungan hukum yang ketentuan tersebut menentukan kita untuk membedakan antara 2 hubungan hukum yanglainan. Yang pertama adalah hubungan antara Cedent (kreditur semula) dengan Cessionaris (kreditur baru), sedang yang kedua adalah antara Cessionaris dan Cessus (debitur).
Yang pertama pengoperan hak tagihnya antara cedent dengan Cessionaris, bisa dilaksanakan tanpa turut sertanya Cessus, tetapi yang kedua agar berlaku terhadap Cessus, Cessus harus disertakan.
Cessie baru mempunyai pengaruh daya kerja terhadap Cessus, kalau ia telah memberitahu secara tertulis atau secara tertulis ia sendiri telah menyetujui atau mengakuinya. Pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah adanya syarat pemberitahuan atau pegakuan / persetujuan secara tertulis.
Adanya persetujuan dan pengakuan menunjukkan , bahwa Cessus telah mengetahui adanya Cessie. Persetujuan atau pengakuan tersebut biasanya Cessus menanda tangani akta Cessienya. Dalam mana ia menyatakan, bahwa ia mengakui atau menyetujuipengoperan hak tagih cedent atas dirinya.
Yang dimaksud dengan pemberitahuan secara tertulis adalah pemberitahuan melalui Exploit Juru Sita. Dalam hal Cessus sudah memberikan persetujuan, pengakuan, maka betekeninng tak perlu ada lagi. Seperti telah dikatakan diatas, dengan pembuatan akta Cessie sebenarnyna sudah selesai , hak tagih sudah beralih tetapi menurut pasal 613 ayat 3, baru mengikat Cessus, kalau kepadanya sudah diberitahukan atau telah diakui atau disetujui.
Akibat penting dari pada pemberitahuan melalui Exploit Juru Sita atau persetujuan atau pengakuan adalah bahwa debitur sekarang tidak dapat lagi melunasi hutangny secara sah dan karenanya membebaskan dari kewajiban membayar hutng kepada Cedent, sebab dengan pemberitahuan tersebut ia sekarang mengetahui bahwa krediturnya telah berganti.

 Cessie dua kali (Dubbelelle Cessie)
Peristiwa sebagai yang disebut dibawah ini mungkin dapat membantu menjelaskan masalah betekening. A mempunyai tagihan atas debiturnya si X. Ia menjual hak tagihnya kepada B. Kemudian ia menjual hak tagihnya tersebut kepada C dan dibuatlah pula akta Cessinya. C cepat-cepat memberitahukan (betekening) adanya Cessie kepada X. Kalau X dengan itikad baik membayar kepada C, maka pembayaran tersebut adalah sah dan kalau pitu penuh,maka ia telah terbebas dari hutangnya.

 Cessie dan pembayaran dengan Itikad Baik
Pada prinsipnya pembayaran harus diterimakan kepada kreditur atau kuasanya (atau orang yang oleh undang-undang atau hakim di tunjuk sebagai orang yang dikuasakan untuk menerimanya). Dengan perkataan lain kepada krediur yang sebenarnya. Tetapi dalam hal tagihan tersebut berwujud surat pengakuan hutang maka undang-undang memberikan ketentuan yang menyimpang. Dalam pasal 1386 dikatakan “ bahwa pembayaran yang dilakukan dengan itikad kepada orang yang memegang surat piutang atau tagihannya sah.
Dengan demikian kalau Cessus sesudah ada betekening dengan itikad baik membayar kepada Cessionaris, yang memegang surat tagihannya, maka pembayaran tersebut adalah sah. Disini tidak dipermasalahkan apakah Cessionaris memperoleh tagihan tersebut berdasarkan suatu title yang sah dan karenanya tidak dipermasalahkan apakah Cessionaris benar-benar telah memperoleh hak atas tagihan tersebut dan telah menjadi kreditur yang sah dari Cessus.
Namun masalah ini jangan dikacaukan dengan masalah peralihan hak tagih dari Cedent kepada Cessionaris. Untuk sahnya Cessie tetap disyahkan adanya title yang sah dan kewenangan beschikking. Yang kita bicarakan disini adalah hubungan antara Cessionaris dan Cessus yang dalam hubungan antaran Cedent dan Cessionaris dalam Cessie adalah pihak ketiga.
Dalam masalah tersebut dapat dipandang juga dari sudut lain, debitur dapat menolak tagihan yang diceder kepada Cessionaris, kalau ternyata Reshtstitel (peristiwa perdata) yang menjadi dasar Cessie itu batal.

Memendang Cessie itu dari 2 Segi :
 Sebagai lembaga hukum perikatan, sebagai penggantian kualitas kreditur.
 Sebagai bagian dari hukum benda, sebagai cara peralihan hak milik.

Ditinjau dari sudut penggantian kreditur, bagi debitur tidak penting tentang bagaimana caranya dan apa dasarnya, sehingga orang yang menagih itu memegang tagihan yang semula adalah milik kreditur asal, yang penting baginya adalah bahwa apabila ia membayar tagihan tersebut ia terbebas dari hutangnya. Yang pokok baginya adalah apakah si pemegang memang orang yang berhak menagih. Dalam hal demikian ia dapat dengan sah membayar kepada pemegang hak tagihnya. Posisinya dilindungi oleh pasal 1386.

 Cessie atas Piutang yang akan ada
Cessie merupakan Levering dari pada benda-benda tak berwujud dan karenanya merupakan bagian dari masalah benda pada umumnya dan kedua, Cessie merupakan bagian dari masalah benda pada umumnya dan kedua Cessie merupakan buntut daripada suatu perjanjian untuk mengalihkan hak, maka kita perlu meninjau dulu apakah ada kemungkinan untuk menutup suatu perjanjian untuk mengalihkan hak .
Barang-barang yang Relatif belum ada adalah barang-barang yang pada saat itu sudah ada tetapi belum menjadi milik orang yang akan mengalihkan hak. Barang tersebut belum menjadi milik subjek yang akan menjual, menggadaikan, menukarkan dan karenanya disebut barang-barang yang subjektif belum ada.
Barang yang Absolut belum ada adalah barang-barang yang pada saat itu memang benar-benar belum ada dan baru akan ada dikemudian hari, bukan saja sicalon penjual belum memilikinya tetapi belum dimiliki oleh siapa pun dan karenanya disebut juga barang-barang yang objektif belum ada.
Terhadap barang yang Relatif belum ada tidak banyak masalah. Semua orang tentu tidak keberatan kalau A mengadakan transaksi jual beli atas barang-barang yang pada saar itu masih harus dipesan dari pabriknya. Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak bertemu dengan kasus-kasus yang demikian.
Jual beli atas barang-barang yang objektif belum ada tidak ada keberatan. Orang dapat saja menjual panen yang akan datang. Orang dapat menutup kontrak pembelian / penjualan atas seluruh produksi tahun yang akan datang dari pabrik tertentu.Undang-undang sendiri dalam pasal 1334 mengatakan bahwa barang yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi pokok suatu persetujuan.
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian yang mengalihkan hak atas suatu benda atau zaak sedang perjanjian obligatoir yang mendahuluinya baru mewajibkan orang yang untuk menyerahkan. Khususnya pada jual beli secara kontant atas benda bergerak, dengan pembayaran secara kontant oleh pembeli dan untuk menyerahkan (yang meliputi baik penyerahan nyata maupun penyerahan juridischnya) jatuh hampir pada saat yang bersamaan. Perjanjian kebendaan tak dapat hanya bertujuan untuk mengalihkan hak kebendaan saja tetapi sekaligus bagi pihak yang menerima, menimbulkan hak kebendaan.
Suatu tagihan adalah benda immaterial dan atas benda-benda yang demikian itu, lain dari pada benda-benda berwujud. Pada tagihan-tagihan benda-benda tak berwujud tidak ada halangan untuk menyerahkan (levering) tagihan yang akan datang, karena yang akan diserahkan adalah hak yang memegang sekalipun seandainya sekarang sudah ada, tidak ada wujud materiilnya.
Pendapat dari pada pengadilan dan tidak hanya pada keputusan tentang Cessie saja tetapi kadang-kadang juga menyimpulkan tentang Cessie saja, tetapi juga menyimpulkan keputusan-keputusan mengenai perkara lain, tetapi yang dapat secara analogi dipakai sebagai patokan untuk menjawab pertanyaan yang sedang kita hadapi.
Keputusan yang langsung berhubungan dengan Cessie adalah keputusan H.R. tanggal 29 Desember 1933. Dalam arrest tersebut H.R. mempertimbangkan bahwa “pengoperan tagihan atas nama hanya mungkin (denkbaar en dus rechtens slecjes mogelijk), jika tagihan tersebut pada saat pembuatan akta penyerahan sudah ada dimana dapat diambil sebagai patokan bahwa suatu tagihan dalam arti sebagai yang dimaksud oleh ketentuan undang-undang yang bersangkutan adalah ada”.
Jadi kalau hubungan hukum yang akan melahirkan hak tagih tersebut belum ada maka menurut H.R. tidak bisa orang mengalihkan hak tagihnya.

 Cessie atas benda-benda tak bertubuh lainnya
Termasuk dalam kelompok “benda tak bertubuh lainnya” yang paling penting adalah andil atas nama dalam suatu perseroan. Cara penyerahan andil perseroan biasanya diatur dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan. Kalaupun anggaran dasar yang bersangkutan tidak mengaturnya, maka K.U.H.D. biasanya memberikan pengaturannya sendiri.
Pada P.T pasal 42 K.U.H.D. memberikan petunjuk mengenai tersebut. Disana dikatakan bahwa penyerahan dapat dilakukan dengan sebuah pemberitahuan (betekening) dari persero yang bersangkutan dan si penerima tentang pengoperan tersebut atau dengan mencatatnya dalam buku perseroan atau pada buku andil yang bersangkutan serta ditanda tangani oleh pengurus.
Perbedaan Cessie Tagihan atas nama adalah bahwa disini hak berpindah bukan atas dasar akta penyerahan , tetapi sejak berpindah bukan atas dasar akta penyerahan, tetapi sejak pemberitahuan atau pengakuan dari perseroan yang bersangkutan. Jadi kalau pemberitahuan pada Cessie tagihan atas nama berfungsi hanya agar Cessie mengikat, belaku terhadap Cessus, maka disini betekening menentukan beralihnya hak atas andil yang bersangkutan.
Hak pengarang dapat dipindah tangankan dengan akta atau dibawah tangan, juga merk dapat dioperkan bersama-sama dengan perusahaan pabrik yang bersangkutan atau secara tersendiri.

 Cessie sebagai jaminan
Pasal 1153 mengatur tentang gadai atas benda-benda bergerak tak berwujud dari luar order atau surat tunjuk (Aan Toonder). Kata “benda bergerak tak berwujud” disana sebenarnya dapat digantikan “tagihan atas nama” karena tagihan order sudah diatur dalam pasal 1152 bis, tagihan atas tunjuk dalam pasal 1152, sedang benda-benda bergerak tak bertubuh lainnya. Menurut pasal 1152, untuk menggadaikan tagihan atas nama, tidak disyaratkan adanya Cessie, tetapi cukup dengan pemberitahuan saja kepada debitur.
Dari ketentuan tersebut dapat ditafsirkan, bahwa gadai disini, baru berlaku sesudah ada pemberitahuan. Untuk pemberitahuannya pun tidak disyaratkan untuk dituangkan dalam bentuk Exploit Juru Sita, sehingga pemberitahuan bisa saja sudah cukup. Disini kita melihat perbedaan yang cukup prinsipil dengan Cessie, karena pada Cessie hak milik beralih jadi Levering sudah selesi dengan dibuatnya akta Cessie. Sedangklan pada gadai tagihan atas nama akta seperti itu tidak disyaratkan dan digadai baru berlaku sesudah ada pemberitahuan. Karena dalam gadai disyaratkan bahwa benda gadai harus dikeluarkan dari kekuasaan pemberi gadai, maka pemberitahuan kepada debitur dapat disamakan dengan “dikeluarkan dari kekuasaannya”. Sebab sekarang debitur tidak lagi dengan bebas membayar secara sah kepada krediturnya. Dalam hal demikian debitur dapat dituntut agar pemberitahuan dan persetujuan dari pemberi gadai dilakukan secara tertulis agar debitur mempunyai pegangan bukti tertulis.

I. Ruang Lingkup Cessie
Alat Pembuktian
Kertas yang berisi pengakuan hutang atau pernyataan kesanggupan untuk membayar tersebut ada yang dimaksudkan untuk memudahkan pembuktian, kecuali undang-undang menentukan lain, sebagai salah satu syarat untuk ada lahirnya tagihan tersebut seandainya, surat tagihan yang bersangkutan hilang, maka tagihan tersebut tidak menjadi hapus, hanya berfungsi sebagai “kertas atau tulisan” (alat bukti) tersebut yang menjadi hilang.
Untuk tagihan tertentu, seperti tagihan atas tunjuk (Aan Toornder) dan (Atas Order) tertuang dalam kertas dalam bentuk surat akta tagihan yang tidak hanya berfungsi sebagai alat bukti melainkan juga sebagai perwujudan / realisasi dari tagihan tersebut. Dan disamping itu juga kertas dalam bentuk surat akta tagihan untuk tagihan tertentu, tagihan atas tunjuk (Aan Toonder) dan (Atas Order) memberikan legitiematie kepada pemegangnya sebagai pemilik

J. Subjek-subjek dalam suatu tagihan
Didalam suatu tagihan selalu terlibat 2 pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur. Kedua pihak tersebut pada umumnya adalah orang yang bersangkutan, khususnya person debitur ynag bersifat novatie (pembaruan utang) subjectif pasif dalam suatu perikatan dan karenanya juga dalam suatu tagihan dalam arti person debiturnya, tidak dapat diganti tanpa persetujuan dari para kreditur, hal ini sangat logis, karena nilai suatu tagihan disamping ditentukan oleh beberapa faktor, juga bergantung dari bonafiditas person debitur.
Lain halnya dengan person kreditur, bagi debitur pada azasnya tidak menjadi soal kepada siapa ia harus membayar, sepanjang jumlah dan semua syarat-syaratnya adalah sama.
Pada masa kini membutuhkan sekali adanya kemungkinan penggantian kreditur pada tagihan-tagihan. Kemungkinan peralihan seperti itu dapat karena memang undang-undang menentukan seperti itu (Cessie pada tagihan atas nama) atau memang diperjanjikan antara pihak kreditur dan debitur dengan cara menuangkannya dalam suatu bentuk tertentu yang diakui dan diatur oleh undang-undang tagihan atas tunjuk “Aan Toonder dan tagihan atas Order”, yang mengatakan bahwa paktek memang membutuhkan dimungkinkannya hal itu, dan memang telah dilaksanakan di dalam praktek.

K. Pengertian Kreditur dan Levering
Seperti yang dikatakan di atas tagihan-tagihan diatas oleh undang-undangan dapat diadakan penggantian subjek kreditur. Penggantian disini berarti bahwa ada kreditur baru yang menjadi pemilik baru atas tagihan tersebut, ada kreditur baru yang mengoper tagihan tersebut perikatan yang melahirkan tagihan tersebut TETAP, yang diganti hanyalah subjek krediturnya saja, sehingga dalam hal ini sebenarnya ada pengoperan KUALITAS krediturnya saja. Konsekuensinya adalah bahwa Accesoir dan Execeptie-nya yang melekat pada perikatan tersebut tetap tidak berubah.

L. Pengaturan Penyerahan Dalam KUH Perdata
Masalah penyerahan dalam KUH Perdata diatur dalam buku II, pada bagian yang membicarakantentang cara memperoleh hak milik kedalam tangan / pemilikan orang lain, karena kita sedang membicarakan penyerahan sebagai cara mengoperkan atau memindahkan hak milik atas suatu tagihan, maka akan ada istilah rechtstitel (peristiwa perdata) dan akan ada hubungannya dengan obligatolir.
Yang dimaksud dengan Rechtstitel (peristiwa) perdata adalah hubungan hukum obligatoir (Obligatoire Rechtsverhouding) yang menimbulkan kewajiban untuk levering atau penyerahan (ke dalam pemilik orang lain).

Makalah Hukum Perdata 'daluarsa"

BAB I
PENDAHULUAN

Pemilihan judul dalam suatu makalah adalah sangat penting karena dari situlah kita dapat mengetahui apa yang sebenarnya di rangkum dalam sebuah makalah.
Alasan saya memilih judul “Resume Hukum Perdata tentang Perikatan dan Daluarsa” karena materi ini merupakan materi yang paling spesifik diantara yang lain dank arena ini juga merupakan tugas dalam mata kuliah Hukum Perdata.
Latar belakangnya adalah mengenai tentang tingkahlaku yang dilakukan oleh manusia, yang salah satunya berhubungan dengan yang namanya perikatan dan daluarsa yang terdapat dalam Kitab undang-undang Hukum Perdata atau yang sering disebut dengan BW.
Pembuktian dan Daluarsa merupakan salah satu contoh yang sering terjadi didalam kehidupan manusia sehari-hari, dalam bernegara bahkan Dunia. Didalam resume ini terdapat penjelasan-penjelasan mengenai pengertian Pembuktian dan Daluarsa, serta apasaja yang termasuk dan berhubungan dengan Pembuktian dan Daluarsa.
Pembuatan resume itu sendiri dilakukan melalui pencampuran sumber yang berasal dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan beberapa buku panduan serta pemikiran penulis itu sendiri.
Resume ini mempunyai tujuan yang jelas yaitu, untuk meningkatkan ilmu serta pengetahuan terutama dalam perkulian Hukum Perdata, yang pastinya pembaca dapat memahami dengan sistematis tentang apa yang sudah di jabarkan didalam resume ini.
Sistematika penulisannya pun beragam yang pertama terdiri dari bab I yaitu pendahuluan yang mengenai tentang alasan pemilihan judul, latar belakang, ruang lingkup, tujuan dan sistematika penulisan, yang kedua yaitu Bab II mengenai pengertian Pembuktian dan macam-macam Pembuktian, yang ketiga yaitu Bab III merupakan Pengertian daluarsa dan hal-hal yang dapat mencegah dan menangguhkan daluarsa dan sebagainya.Dan yang terakhir bab IV mengenai kesimpulan-kesimpulan dari resume ini dan saran-saran yang ditujukan untuk membangun karakter penulis agas bisa lebih maju dalam berkarya.

BAB II
PEMBUKTIAN

A. Pembuktian Secara Umum
Pembuktian sebenaranya termasuk dalam Hukum Acara. Tetapi didalam pembuatannya Pembuktian termasuk Hukum Acara Materiil dan sekaligus dapat dimasukan kedalam Hukum Perdata Materiil.

B. Macam-macam Alat Pembuktian
Sesuai dengan pasal 1866 KUH Perdata, ada 5 macam Alat Pembuktian, yaitu :
Bukti Tertulis
Contohnya seperti :
 Surat Akte
Adalah suatu tulisan yang dibuat sebagai pembuktian dalam suatu peristiwa.

Pembuktian menggunakan Akte atau surat merupakan pembuktian yang paling utama, karena akte mudah dimengerti dan undang-undang pun untuk beberapa perjanjian sangat megharuskan pembuatan akte.

Misalnya :
Perjanjian perdamaian yang mengahruskan adanya perjanjian akta atau tertulis.
 Surat Akta Otentik
Adalah akta yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undang-undang yang dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang. Seperti Notaris, Pegawai Capil (Catatan Sipil), dan dihadapan Hakim.
Akta yang dibuat oleh pejabat berwenang maksudnya adalah bahwa akta itu dibuat sehubungan dengan tugas para pegawai tersebut, contohnya seperti :
# Berita acara pemeriksaan Saksi oleh Polisi

 Tulisan Di Bawah Tangan
Adalah suatu akta yang ditandatangani dan dibuat tanpa perantara pihak yang berwenang. Sifatnya mengikat kedua belah pihak.

Contohnya :
# Surat Izin Mengemudi (SIM)
# Kartu Tanda Penduduk (KTP)

Bukti Kesaksian
Dalam KUH Perdata kesaksian dalam suatu peristiwa sangat diperlukan, karena jika tidak adanya saksi maka suatu peristiwa tersebut tidak dapat diindahkan atau dipercaya. Tapi kesaksian tersebut belumlah cukup apabila tidak dilengkapi dengan alat-alat pembuktian yang lainnya.
Kesaksian bukan merupakan suatu alat pembuktian yang semputna, karena ia semua tergantung kapada hakim apakah ia mau meneria atau menolak saksi tersebut. Dalam sebuah persidangan tidak diperkenankan hakim mempercayai satu saksi saja, artinya hakim tidak boleh menggambil keputusan atas satu orang saksi saja. Jadi kesaksian harus ditambah dengan alat bukti yang lain.



 Bukti Permulaan
Semua akta tertulis yang berasal dari orang yang tuntutannya diajukan dan dari perwakilan dirinya.
Dalam setiap pembuktian yang dilakukan oleh saksi haruslah sesuai dengan suatu peristiwa yang terjadi dan tiap saksi diwajibkan untuk berrsumpah menurut agamanya masing-masing. (Pasal 1911 KUH Perdata)
Para saksi yang tidak diboleh diperkenankan bersaksi di hadapan pengadilan dan hakim, adalah anak yang belum dewasa atau orang yang berada dibawah pengampuan, seperti orang yang dungu, gila, gelap mata dan orang yang telah diputuskan hakim masuk kedalam penjara dan selama pengadilan berjalan dia tidak dapat menjadi saksi. (Pasal 1912 KUH Perdata).

Persangkaan
Adalah kesimpulan yang oleh hakim dan undang-undang yang ditarik dari suatu peristiwa nyata. Dalam Pasal 1915 KUH Perdata terdapat macam-macam persangkaan yaitu :
a. Persangkaan menurut Undang-undang
Disebut persangkaan menurut Undang-undang karena kesimpulan yang ditarik berdasarkan undang-undang atas terjadinya suatu peristiwa. Persangkaan tersebut terdapat dalam Pasal 1916 KUH Perdata, seperti :
1. Perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan batal, karena semata-mata demi sifat dan wujudnya, dianggap telah dilakukan untuk menyeludupkan suatu ketentauan undang-undang.
2. Hal-hal dimana oleh undang-undang diterangkan bahwa hak milik atau pembebasan utang disimpulkan dari keadaan-keadaan tertentu.
3. Kekuatan yang oleh undang-undang diberikan kepada suatu putusan hakim yang telah memperoleh keputusan mutlak.
4. Kekuatan yang oleh undang-undang diberikan kepada pengakuan atau kepada sumpah salah satu pihak.

b. Persangkaan yang tidak berdasarkan Undang-undang
Disebut persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang karena persangkaan tersebut ditarik kesimpulannya oleh hakim melalui pertimbangan-pertimbangan yang mengharuskan hakim untuk teliti dalam memberikan sebuah putusan. Persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang ini diatur dalam Pasal 1922 KUH Perdata.

Misalnya :
Ada 6 buah kwitansi yang setiap bulannya telah dibayar oleh Ani, dengan adanya bukti 6 buah kwitansi tersebut telah cukup membuktikan bahwa Ani telah membayar sewa rumah setiap bulannya yaitu 6 bulan terakhir.

Pengakuan
Sebagai mana kita ketahui di dalam pasal 1925 KUH Perdata bahwa pengakuan merupakan salah satu alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dimana pengakuan tersebut dilakukan dihadapan hakim Dan hakim pun bisa secara bebas atau leluasa untuk memilah tau mempertimbanngkan yang manadiantara pengakuan dari yang berhutang tersebut Palsu.
Pengakuan adalah suatu pengakuan dari si tergugat yang bersengketa untuk mengatakan cerita yang benar atau sesungguhnya yang dialami penggugat.
Setiap pengakuan harus bisa menerima sepenuhnya dan hakim pun tidak leluasa untuk menerima sebagian dari memo yang dibuat, sehingga menjadi kerugian kepada yang mengaku, melainkan jika orang yang berhutang untuk melepaskan dirinya, menyebutkan, bersama pengakuan itu.
Setiap pengakuan yang dilakukan di depan hakim tidak dapat ditarik kembali kecuali, apabila ada pengecualian atau keringanan dari pengakuan yang telah dia ucapakan, apabila telah diteliti atau dibuktiakan bahwa pengakuan tersebut adalah suatu kebohongan atau fitnah yang dilakukan untuk merugikan orang lain.
Tidak akan bisa pengakuan ditarik kembali apabila seseorang mempunyai dalih yang seolah-oleh menyatakan bahwa kesalahan pengakuan tersebut dilakukan oleh hukum itu sendiriyang tercantum di dalam pasal 1926 KUH Perdata.

Sumpah di muka Hakim
Sumpah adalah suatu pengakuan dari seseorang yang dimana sumpah tersebut menekankan kita untuk mengatakan hal yang sesuai dengan apa yang kita lihat, dengar atau kita rasakan sesuai agama dan kepercayaan kita masing-masing.
Sumpah disini dianggap sebagai bukti yang paling kuat, karena sumpah sendiri menganjurkan kita untuk berbicara benar dan tidak ada satupun kebohongan, karena sumpah ini mengangkat nama Tuhan sesuai dengan agama dan kepercayaan kita masing-masing.
Sumpah dianggap sebagai sesuatu yang suci dan sakral, yang diamana sumpah tersebut bersih dari segala kotoranseperti dusta dan hal-hal yang dapat merugikan orang lain yang ada disekitar kita.
Ada 2 sumpah yang harus kita pahami, yaitu :

 Sumpah Pemutus
Menurut pasal 1929 KUH Perdata, Sumpah Pemutus merupakan sumpah yang oleh pihak yang satu diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan pemutusan suatu perkaranya.
Contohnya seperti sumpah pocong, sumpah yang dilakukan untuk mengetahui kebenaran yang telah ditutupi oleh salah satu pihak. Disini terjadi sebuah sumpah pemutus yang dimana sumpah tersebut menggantungkan keputusan atas suatu perkara.
Sumpah pocong tersebut dilakukan agar yang berbohong diberikan hukuman yang setimpal atas kesalahnya, tetapi disini yang menghukum adalah Tuhan-Nya, apabila orang melakukan sumpah seperti ini, maka ia harus berfikir dua kali untuk melakukan sumpah tersebut.
Pada pasal 1932 KUH Perdata menjelaskan bahwa “ barangsiapa diperintahkan mengangkat sumpah dan menolak mengangkatnya atau menolak mengembalikannya ataupun barang siapa memerintahkan sumpah setelah kepadanya dikembalikan sumpah itu, menolak mengangkatnya, harus dikalahkan dalam tuntutan maupun tangkisannya “disini apabila seseorang tersebut menolak dan dipihak lain menerima dan menggangkat sumpah tersebut, maka diputuskan oleh hakim pihak yang bersumpah itulah yang kausnya dimenangkan di pengadilan. Dan orang yang tidak mengangkat sumpah tersebut dinyatakan kalah atau gagal dari kasus tersebut.

 Sumpah Jabatan
Sumpah Jabatan disini mengandung pengertian bahwa sumpah yang dilakukan oleh seseorang dimuka hakim dianggap benar karena sumpah tersebut dilakukan sesuai agama dan kepercayaannya masing masing dengan menyebutkan nama Tuhan-Nya.
Disini hakim menjamin sumpah yang dilakukan oleh orang tersebut adalah benar adanya, maka itulah sumpah yang oleh hakim dilakukan karena jabatannya.

DALUARSA
( VERJARING )

A. Pengertian Daluarsa
Dalam KUH Perdata pasal 1946 Daluarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau membebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan dalam UU



Ada dua macam Daluarsa atau Verjaring :
1. Acquisitieve Verjaring
2. Extinctieve Verjaring

Acquisitieve Verjaring
Adalah lampau waktu yang menimbulkan hak.
Syarat adanya kedaluarsa ini harus ada itikad baik dari pihak yang menguasai benda tersebut.
Pasal 1963 KUH Perdata: Pasal 2000 NBW
“ Siapa yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan daluarsa , dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun “.
“ Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun, memperoleh hak milik dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya”.
Seorang bezitter yang jujur atas suatu benda ynag tidak bergerak lama kelamaan dapat memperoleh hak milik atas benda tersebut. Dan apabila ia bisa menunjukkan suatu title yang sah, maka dengan daluarsa dua puluh tahun sejak mulai menguasai benda tersebut.
Misalnya :
Nisa menguasai tanah perkarangan tanpa adanya title yang sah selama 30 tahun. Selama waktu itu tidak ada gangguan dari pihak ketiga, maka demi hukum, tanah pekarangan itu menjadi miliknya dan tanpa dipertanyakannya alas hukum tersebut.
Extinctieve Verjaring
Adalah lampau waktu lampau yang melenyapakan atau membebaskan terhadap tagihan atau kewajibannya.


Misalnya :
Dheya telah meminjam uang kepada Syamsul sebesar Rp.10.000.000,00 . Dalam jangka waktu 30 tahun, uang itu tidak ditagih oleh Syamsul, maka berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, maka Dheya dibebaskan untuk membayar utangnya kepada Syamsul.

Tujuan Lembaga Daluarsa :
1. Untuk melindungi kepentingan masyarakat.
2. Untuk melindungi si berutang dengan jalan mengamankannya terhadap tututan yang sudah kuno.

B. Daluarsa pada Umumnya
Daluarsa pada umumnya adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk membebaskan suatu perikatan dengan lewat waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukanoleh Undang-undang.
Diamana seseorang melakukan sebuah perjanjian yang tertera pada kontar yang telah disepakati bersama dalam “hitam di atas putih”. Yang sebagaimana apa yang terulis di dalam surat perjanjian atau kontrak tersebut harus dilakukan sesuai dengan perjanjian yang dibuat.

Pelepasan Daluarsa dibagi menjadi 2, yaitu :

 Dilakukan secara Tegas
Seseorang yang melakukan perikatan tidak diperkenankan melepaskan Daluarsa sebelum tiba waktunya, namun apabila ia telah memenuhi syarat-syarat yang ditentuka dan waktu yang telah ditentukan pula, maka ia berhak melepaskan Daluarsanya.



 Dilakukan secara Diam-diam
Pelepasan yang dilakukan secara diam-diam ini terjadi karena si pemegang Daluarsa tidak ingin mempergunakan haknya dalam sebuah perikatan.

Apabila kita dalam perikatan jual beli tidak diperkenankan memindah tangankan barang kepada orang lain, maka secara otomatis Daluarsa tidak dapat kita lepaskan, karena sudah ada persyaratan untuk melepaskannya serta waktu yang sudah ditetapkan oleh kedua belah pihak.
Dalam tingkatan pemerikasaan perkara dapatlah orang merujuk pada daluarsa, hal ini disebabkan karena waktu maksimal yang telah di tentukan dalam pemeriksaan atau waktu daluarsa kasus sudah lewat dan hal ini juga terjadi apabila seseorang melakukan naik banding. (Pasal 1951 KUH Perdata)
Orang-orang yang berpiutang atau yang lainnya yang mempunyai kepentingan yang sama dapat membuktikan pelepasan Daluarsa yang dilakukan oleh si berhutang, dikarenakan si berhutang melakukan kecurangan karena ingin lari dari kewajibannya dan tidak ingin memenuhi hak-hak si pihutang. (Pasal 1952 KUH Perdata)
Dalam Pasal 1953 KUH Perdata menyebutkan bahwa “ Tak dapatlah seorang dengan jalan Daluarsa memperoleh hak milik atas barang yang tidak berada dalam peredaran perdata “ maksudnya disini adalah tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk memperoleh hak milik dari suatu barang dengan jalan Daluarsa yang tidak berada dalam wilayah perdata.
Menuruut Pasal 1954 KUH Perdata mengandung pengertian bahwa pemerintah ikut tunduk pada Daluarsa sama seperti orang-perorang tanpa terkecuali dan mereka dapat menggunakan hak yang sama.
Syarat agar seseorang memperoleh hak atas sesuatu adalah harus menguasainya secara terus-menerus tanpa terputus-putus dan tergantung oleh pihak lain serta dimuka umum dapat dengan tegas menyatakan bahwa sesuatu itu adalah miliknya.
Dari pasal 1957 KUH Perdata dapat ditarik kesimpulan bahwa jika seseorang ingin menambah dan memperpanjang waktu daluarsa dapat dilakukan apabila ia masih berkuasa atas kepemilikan benda tersebut terhitung dari waktu orang sebelumnya yang menguasai benda tersebut hingga dia sekarang, itu tidak menilai bagaimana orang tersebut mendapatkan benda itu baik melalui cuma-cuma atau dengan beban.
Dalam pasal 1959 mengandung arti bahwa orang yang menyewa, menyimpan dan sebagainya barang milik orang lain tidak dapat memperoleh kepemilikan barang tersebut dengan jalan daluarasa, meskipun dengn lewat waktu berapa lamanya, tidak akan mempengaruhi sedikitpun. Orang-orang yang menyewa, menyimpan dan sebagainya dapat memperoleh hak milik dengan jalan daluarsa dengan syarat hak penguasaan telah berganti dari orang sebelumnya sebelum dia.
Orang dapat memindahkan hak milik barang yang disewakan, digadaikan dan sebagainya dengan jalan daluarasa dengan syarat apabila orang yang mempunyai benda tersebut telah menyerahkan hak kepemilikan kepada penyewa dan lain sebagainya dan si penyewa dapat memiliki hak atas benda tersebut. Daluarsa dihitung dengan hari bukan jam dan daluarsa dapat diperoleh apabila hari terakhir dari jangka waktu yang telah ditentukan telah lewat.

C. Daluarsa dipandang sebagai alat untuk memperolah sesuatu
Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh atau mendapatkan suatu benda tidak bergerak, bunga dan sebagainya, memiliki benda tersebut selam tiga puluh tahun tanpa ada pihak yang lain yang nenggangu kenikmatannya, maka ia adalah pemilik sah atas barang-barang tersebut tanpa harus menunjukan alas haknya, yang sesuai dengan pasal 1963 KUH Peradata.
Dalam proses daluarsa itikad baik harus selalu ada pada setiap orang yang ingin memperoleh hak milik sedangkan orang yang menunjukkan bahwa ia tidak beritikas baik maka ia harus membuktikan bahwa dia bisa beritikad baik. Itikad baik cukup dilakukan pada waktu denda itu belum berpindah hak milik hanya berpindah hak miliknya pada dirinya.

D. Daluarsa dipandang sebagai alat untuk dibebaskan dari kewajiban
Segala tuntutan hukum hapus karena daluarsa, sedangkan dalam peradilan tidaklan seseorang menunjukkan pada persidangan bahwa adanya pengadilan karena haknya sia-sia saja, hal itu tidak di karenakan daluarsa tidak dapat di ganggu gugat. Segala macam tuntutan dari tuntutan para guru, para pengusaha, para buruh akan daluarsa setelah lewat waktunya selama satu tahun, segala macam tuntutan dari para dokter, para juru sita, para pengusaha sekolah bersama, para buruh dari pengecualian pasal 1968 KUH Perdata akan daluarsa setelah waktunya selama 2 tahun.
Menurut pasal 1977 KUH Perdata, barang siapa yang telah kehilangan atau kecurian suatu barang miliknya, terhitung sejak barangnya hilang dalam jangka tiga tahun maka dapatlah ia menuntut kembali barangnya dan apabila barang tersebut telah dia temukan dan barang tersebut sudah berpindah tangan maka ia berhak untuk menuntut ganti rugi atas benda tersebut tanpa mengurangi hak dari benda itu.
Daluarsa sebagai cara memperoleh hak milik atas suatu benda atau acquisitieve verjaring, ada juga suatu akibat dari lewatnya waktu, yaitu seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau gugatan hukum atau extinctieve verjaring. Oleh undang-undang ditetapkan, bahwa dengan lewat waktu tiga puluh tahun, setiap orang dibebaskan dari semua penagihan atau tuntutan hukum. Berarti bila seseorang dituntut untuk melunasi hutang yang sudah tiga puluh tahun lamanya, disini ia dapat menolak tuntutan itu dengan cara mengajukan bahwa selama tiga puluh tahun ia belum pernah menerima tuntutan tersebut.
Jadi seorang bezitter yang tidak jujur juga dapat membela dirinya terhadap suatu tuntutan hukum dengan mengajukan lewat waktu selama tiga puluh tahun itu, meskipun sudah jelas ia tidak akan menjadi pemilik benda yang memicu perselisihan itu karena dia tidak berdusta. Dan karena itulahia tidak dapat menjadi pemilik dari benda tersebut, jadi ia tidak berhak untuk memindahkan benda itu secara sah kepada orang lain.
Setelah pembebasan secara umum dari semua tuntutan setelah lewat waktu tiga puluh tahun tersebut oleh undang-undang maka ditetapkan secara khusus bahwa beberapa macam penagihan telah dihapus dengan daluarsa yang pendek. Yang dimaksud diatas adalah berbagai macam penagihan yang biasanya dalam waktu yang singkat sudah dimantakan pembayaran.

Misalnya :
Rekening toko mengenai penjualan barang-barang untuk keperluan orang sehari-hari yang harus ditagihkan paling lambat lima tahun.

E. Sebab-sebab yang mencegah Daluarsa
Daluarsa dapat tercegah apabila kenikmatan atas bendanya selama lebih dari satu tahun , direbut dari tangan si berkuasa, baik yang merebut itu pemilik lama, maupun yang merebut itu orang pihak ketiga. (Pasal 1978 KUH Perdata)

Misalnya :
Syamsul menyewa sebuah rumah di kawasan Kelapa Gading selama 6 bulan dan ia telah membayar uang sewa sebesar Rp.3.600.000.00 di bayar dimuka. Tetapi selang waktu 3 bulan, pemilik rumah tersebut ingin Syamsul keluar dari rumah sewaan tersebut dan menggantikannya dengan penyewa yang baru. Di sini Syamsul masih mempunyai hak dan masih bisa menikmati rumah tersebut selama 3 bulan lagi, dalam hal ini jalan Daluarsa dapat dicegah karena si penyewa masih mempunyai hak yang akan habis 3 bulan lagi. Si pemilik rumah tersebut tidak dapat mengusir Syamsul begitu saja karena Syamsul dan si pemilik rumah masih mempuyai suatu perjanjian yang harus dipenuhi selama 3 bulan kedepan.
F. Sebab menangguhkan jalannya Daluarsa
Daluarasa tidak dapat berjalan terhadap seorang isteri dalam sebuah pernikahan. Menurut pasal 1989 KUH Perdata menjelaskan bahwa “ apabila tuntutan si isteri tidak akan dapat diteruskan, melainkan setelah ia memilih antara menerima atau melepaskan persatuan. Apabila si suami karena ia telah menjual benda pribadi isteri, harus menanggung penjualan itu dan didalam segala hal dimana tuntutan si isteri akhirnya harus ditujukan kepada suaminya“.
Didalam suatu perkawinan ada yang namanya harta benda bersama dan ada juga harta benda bawaan. Maksudnya disini adalah harta benda bersama adalah harta benda yang dimana benda tersebut dikuasai oleh kedua belah pihak sebelum ia melangsungkan pernikahan, dengan cara melakukan suatu perjanjian hitam diatas putih. Yang dimana nantinya harta benda tersebut adalah menjadi milik bersama antara suami dan isteri. Harta benda bersama dapat digunakan sebebas-bebasnya oleh kedua belah pihak yaitu suami dan isteri asalkan ia melakukan perjanjian tersebut.
Ada juga yang disebut dengan harta benda pribadi, yang kita ketahui harta benda pribadi adalah harta benda yang dimana harta benda tersebut merupakan milik kita sendiri tanpa ada yang meguasainya, harta benda pribadi ini rasanya kurang efektif apabila digunakan dalam kehidupan berumah tangga, disini harta benda pribadi hanya boleh dikuasai oleh orang yang memiliki hak atas benda pribadi tersebut, tanpa adanya suatu surat perjanjian seorang sepasang suami dan isteri tidak diperkenankan untuk menguasai harta tersebut, misalkan saja si isteri membawa sebuah mobil untuk dijadikan alat transportasi untuk dia tetapi mobil tersebut digunakan suaminya untuk kekantor, tanpa sepengetahuan si isteri. Disini terjadi sebuah pelanggaran hak atas sebuah harta pribadi, yang seharusnya harta tersebut hanya digunakan untuk pribadi seseorang.
Sama halnya apabila suami telah menjual mobil tersebut tanpa sepengetahuan isteri, dan bagaimana pun suami harus mengganti rugi atas harta benda tersebut. Entah ia harus menggantinya dengan uang atau dengan mobil-mobil yang lain.


BAB IV
P E N U T U P

A. Kesimpulan
Hukum perdata merupakan salah satu mata kuliah yang harus kita perdalam apabila kita ingin menjadi orang yang berguna, bagi kepentingan-kepentingan unmum yang berhubungan dengan hukum.
Disini kita telah membahas tentang perikatan dan daluarsa yang dimana perikatan dan daluarsa tersebut merupakan salah satu kegiatan yang tak pernah hilang dari kehidupan sehari-hari.

B. Kritik dan Saran
Mungkin resume yang saya buat ini bukan hasil yang memuaskan bagi para pembaca, saya hanyalah perantara untuk menyampaikan apa yang sebenarnya harus disampaikan melalui resume ini.
Apabila ada kritik dan Saran akan saya terima dan akan saya pertimbangkan untuk kemajuan saya untuk menulis. Saya berharap resume ini bisa memberi pengetahuan bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Subekti, R, Prof., S,H. 1975, Cetakan Sembilan. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta : Intermasa
Subekti, R, Prof., S,H. dan R. Tjitrosudibio, 2006, Cetakan Tigapuluh enam. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta : Pratnya Paramita.
HS, Salim, S.H., M.S, maret 2002Cetakan Pertama, Pengantar Hukum perdataTertulis (BW)