Selasa, 21 Agustus 2012

Ancaman Pidana Minimum Tidak Mengikat Bagi Terdakwa Anak


Ancaman pidana minimum sepertinya menjadi isu yang cukup sering dibahas oleh Mahkamah Agung, khususnya dalam perkara anak. Dalam putusan-putusan terdahulu  akibat terjadinya kekosongan pengaturan mengenai apakah dalam perkara dengan terdakwa anak pengadilan terikat dengan ketentuan pidana minimum atau tidak, Mahkamah Agung cenderung mempertimbangkan bahwa ancaman pidana minimum bagi anak dikurangi menjadi setengah dari ancaman yang diatur dimasing-masing pasal yang didakwakan. Dalam perkara Jefferi Ramadhan ini tampaknya Mahkamah Agung kembali melakukan terobosan hukum. Dalam perkara ini pada pertimbangannya Mahkamah Agung menyatakan bahwa ancaman pidana minimum tidak dapat diterapkan. Pertimbangan tersebut didasarkan pada penafsiran MA atas maksud dan hakikat dari pasal 26 UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dengan demikian maka Mahkamah Agung berpendapat bahwa Pengadilan Anak dimungkinkan untuk menjatuhkan dibawah pidana minimum, batasan pidana minimum yang diberlakukan bagi terpidana anak menurut Mahkamah Agung adalah 1 hari, sebagaimana diatur dalam KUHP.
Kutipan Pertimbangan Mahkamah Agung:
Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, pertimbangan hukum dan putusan Judex Facti sudah tepat dan benar, yaitu :
  1. Bahwa, sesuai ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997, pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada nakal adalah paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa;
  2. Bahwa, apakah ketentuan tersebut berlaku terhadap ancaman pidana minimum bagi anak nakal?, Dalam praktek selama ini, ketentuan Pasal 26 ayat (1) tersebut dapat digunakan terhadap ancaman minimum pidana penjara bagi anak nakal, artinya ketentuan pidana penjara minimum Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 dikurangkan dengan ½, ini berarti pidana penjara minimum yang dijatuhkan terhadap anak nakal minimal 2 tahun;
  3. Bahwa, namun apabila ketentuan tersebut ditafsirkan dan dihubungkandengan maksud dan hakikat keberadaan Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang Perlindungan Anak, maka terhadap anak nakal sesungguhnya tidak dapat diterapkan ketentuan batas minimum pemidanaan, artinya terhadap pidana penjara yang akan dijatuhkan terhadap anak nakal mengikuti ancaman minimum pidana penjara 1 hari sebagaimana dalam KUHP;
  4. Bahwa, apapun maksud Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No, 35 Tahun 2009 tersebut, memberikan pedoman bagi Hakim untuk tidak menjatuhkan pidana melebihi ½ dari ancaman pidana maksimum, tetapi tidak melarang menjatuhkan pidana di bawah minimum;
  5. Bahwa, berdasarkan alasan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat pidana penjara bagi anak sebaiknya sebaiknya mengikuti ancaman minimum pidana penjara 1 (satu) hari, dengan demikian Judex Facti yang menjatuhkan pidana penjara di bawah minimal Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 bukanlah merupakan kesalahan penerapan hukum, melainkan untuk memenuhi dan menegakkan jiwa atau roh atau spirit yang terkandung dalam Undang- Undang No. 3 Tahun 1997
  6. Bahwa, Judex Facti telah mempertimbangkan Pasal aturan hukum yang menjadi dasar pemidanaan dan dasar hukum dari putusan serta pertimbangan mengenai keadaan-keadaan yang memberatkan dan keadaan-keadaan yang meringankan sesuai Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP, di samping itu berat ringannya pidana adalah wewenang Judex Facti;
Majelis Hakim Agung:
1. Artidjo Alkotsar (Ketua)
2. Surya Jaya
3. Suhadi

Tidak ada komentar: