Selasa, 05 April 2011

Yurisprudensi Bukti Persangkaan

  1. Putusan MA-RI No.991.K/Sip/1975, tanggal 24 Juli 1958 :
    Dugaan (Persangkaan) Pengadilan Tinggi tentang adanya hubungan dagang tersebut, tidYurisprudensi Bukti Persangkaan ak sesuai dengan dugaan/persangkaan yang dibolehkan oleh Undang-Undang karena Pengadilan Tinggi hanya mendasarkan dugaan/persangkaan tersebut pada keterangan-keterangan saksi yang tidak sempurna dan pula saksi-saksi tersebut memberi keterangan tidak di bawah sumpah;
  2. Putusan MA-RI No.308.K/Sip/1959, tanggal 11 Nopember 1959 :
    "Testimonium De Auditu" tidak dapat digunakan sebagai bukti langsung, tetapi penggunaan kesaksian yang bersangkutan sebagai "Persangkaan", yang dari persangkaan itu dibuktikan sesuatu, tidaklah dilarang;
    Yurisprudensi Bukti Pengakuan
    1. Putusan MA-RI No.8.K/Sip/1957, tanggal 28 Mei 1958 :
          Tentang pengakuan yang tidak terpisahkan ("Onsplitbaar Aveau").
          Penggugat-asli menuntut kepada Tergugat-asli penyerahan sawah sengketa kepada Penggugat-asli bersama kedua anak-anaknya atas alasan bahwa sawah tersebut adalah budel warisan dari Marhum suaminya yang kini dipegang oleh Tergugat-asli tanpa hak; yang atas gugatan tersebut Tergugat-asli menjawab, bahwa sawah itu kira-kira 15 tahun yang lalu sudah dibeli plas (lepas) dari Penggugat-asli oleh Marhum suami Tergugat-asli.
          Jawaban Tergugat-asli tersebut merupakan suatu jawaban yang tidak dapat dipisah-pisahkan (onsplitsbaar Aveau), maka sebenarnya Penggugat-aslilah yang harus dibebani untuk membuktikan kebenaran dalilnya, i.e. bahwa sawah sengketa adalah milik Marhum suaminya;
  3. Putusan MA-RI No. 272.K/Sip/1973, tanggal 27 Nopember 1975 :
    Perkembangan Yurisprudensi mengenai Pasal 176 HIR (= pengakuan yang terpisah-pisah) ialah, bahwa dalam hal ada pengakuan yang terpisah-pisah, Hakim bebas menentukan untuk pada siapa dibebankan kewajiban pembuktian;
  4. Putusan MA-RI No.288.K/Sip/1973, tanggal 16 Desember 1975 :
    Berdasarkan yurisprudensi tetap mengenai hukum pembuktian dalam Acara, khususnya Pengakuan, Hakim berwenang menilai suatu pengakuan sebagai tidak mutlak karena diajukan tidak sebenarnya; Hal bilamana terdapat suatu pengakuan yang diajukan tidak sebenarnya merupakan wewenang Judex facti yang tidak tunduk pada pemeriksaan tingkat kasasi; i.e. Pengadilan Tinggi mempertimbang-kan : bahwa pengakuan Tergugat I/turut terbanding, yang memihak pada para Penggugat/Terbanding, tidak disertai alasan-alasan yang kuat (met Redenen Omkleed) maka menurut hukum tidak dapat dipercaya;
  5. Putusan MA-RI No.117.K/Sip/1956, tanggal 12 Juni 1957 :
    Pengakuan dengan tambahan.
    Dalam hal pengakuan disertai tambahan yang tidak ada hubungannya dengan pengakuan itu, yang oleh doktrin dan yurisprudensi dinamakan "Gekwalificeerde bekentenis", pengakuan dapat dipisahkan dari tambahannya;
  6. Putusan MA-RI No.22.K/Sip/1973, tanggal 25 Nopember 1976 :
    Dalam hal ada pengakuan yang terpisah-pisah, Hakim bebas untuk mennetukan berdasarkan rasa keadilan pada siapa harus dibebankan pembuktian;

Tidak ada komentar: