Selasa, 05 April 2011

APA ARTI PERBUATAN MELAWAN HUKUM ITU

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan, oleh sebab itu, setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum. Hukum harus ditegakkan , bila hukum tidak ditegakkan, maka lambat laun suatu negara akan runtuh. Semboyan hukum adalah hidup secara jujur, tidak merugikan orang Iain, dan memberikan orang lain haknya

A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum

Dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat kita sering mendengar kata-kata " anda telah melakukan perbuatan melawan hukum ", namun banyak orang tidak mengerti apa arti perbuatan melawan hukum itu ? Meskipun istilah " perbuatan melawan hukum " hanya diatur dalam beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (hal demikian terjadi juga di negara-negara yang menganut sistem Eropa Kontinental lainnya), tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan, bahwa gugatan atau tuntutan perkara perdata yang ada di pengadilan di Indonesia didominasi oleh gugatan perbuatan melawan hukum, di samping gugatan atau tuntutan tentang wanprestasi dalam perjanjian kontrak. Karena itu, dapat dipahami betapa pentingnya kita untuk mengetahui apa arti secara teori-teori yuridis tentang perbuatan melawan hukum itu ? dan bagaimana praktek dan kenyataan perbuatan melawan hukum itu yang terjadi di pengadilan khususnya?.

Perbuatan melawan hukum di sini, dimaksudkan adalah sebagai perbuatan melawan hukum dalam bidang keperdataan. Sebab, untuk tindakan perbuatan melawan hukum secara pidana (delik) atau yang disebut dengan istilah " perbuatan pidana " mempunyai arti, konotasi dan pengaturan hukum yang berbeda sama sekali dengan perbuatan melawan hukum secara hukum perdata.

Demikian juga dengan perbuatan melawan hukum oleh penguasa negara atau yang disebut dengan onrechmatige overheidsdaad oleh penguasa, juga memiliki arti, konotasi serta pengaturan hukum yang berbeda pula. ( Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum , Pendekatan Kontemporer ).

Di dalam tulisan ini, penulis hanya akan mengkaji perbuatan melawan hukum dalam ruang lingkup hukum perdata saja. Dalam bahasa Belanda, perbuatan melawan hukum disebut onrechmatige daad dan dalam bahasa Inggeris disebut tort.

Kata tort itu sendiri sebenarnya hanya berarti " salah (wrong) ". Akan tetapi, khususnya dalam bidang hukum, kata tort itu sendiri berkembang sedemikian rupa sehingga berarti kesalahan perdata yang bukan berasal dari wan prestasi dalam suatu perjanjian kontrak. Jadi serupa dengan pengertian perbuatan melawan hukum disebut onrechmatige daad dalam sistem hukum Belanda atau di negara-negara Eropa Kontinental lainnya.

Kata " tort " berasal dari kata latin " torquere " atau " tortus " dalam bahasa Perancis, seperti kata " wrong " berasal dari kata Perancis " wrung " yang berarti kesalahan atau kerugian (injury).

Sehingga pada prinsipnya, tujuan dibentuknya suatu sistein hukum yang kemudian dikenal dengan perbuatan melawan hukum ini adalah untuk dapat mencapai seperti apa yang dikatakan dalam pribahasa bahasa Latin, yaitu juris praecepta sunt luxec, honestevivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere (semboyan hukum adalah hidup secara jujur, tidak merugikan orang lain, dan memberikan orang lain haknya).

Semula, banyak pihak meragukan, apakah perbuatan melawan hukum memang merupakan suatu bidang hukum tersendiri atau hanya merupakan keranjang sampah, yakni merupakan kumpulan pengertian-pengertian hukum yang berserak-serakan dan tidak masuk ke salah satu bidang hukum yang sudah ada, yang berkenaan dengan kesalahan dalam bidang hukum perdata. Baru pada pertengahan abad ke 19 perbuatan melawan hukum, mulai diperhitungkan sebagai suatu bidang hukum tersendiri, baik di negara-negara Eropa Kontinental, misalnya di Belanda dengan istilah Onrechmatige Daad, ataupun di negara-negara Anglo Saxon, yang dikenal dengan istilah tort.

Menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang, yang karena kesalahannya itu telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:

1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan 2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian). 3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.

Bila dilihat dari model pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perbuatan melawan hukum lainnya, dan seperti juga di negaranegara dalam system hukum Eropa Kontinental, maka model tanggung jawab hukum di Indonesia adalah sebagai berikut

1. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian), seperti terdapat dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. 2. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalaian seperti terdapat dalam Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. 3. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas seperti dalam Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

B. Unsur Unsur Perbuatan Melawan Hukum

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, suatu perbuatan melawan hukum harus mengandung unsur-unsur sebagai Berikut:

1. Ada Suatu Perbuatan 2. Perbuatan Itu Melawan Hukum 3. Ada Kesalahan dari Pelaku 4. Ada Kerugian Korban 5. Ada Hubungan Kausal antara Perbuatan dan Kerugian.

1. Ada Suatu Perbuatan

Lalu apa yang dimaksud dengan ada suatu perbuatan ? perbuatan di sini adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku. Secara umum perbuatan ini mencakup berbuat sesuatu (dalam arti aktif) dan tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu, padahal pelaku mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat, kewajiban itu timbul dari hukum. (ada pula kewajiban yang timbul dari suatu kontrak). Dalam perbuatan melawan hukum ini , harus tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat serta tidak ada pula unsur kausa yang diperberbolehkan seperti yang terdapat dalarn suatu perjanjian kontrak.

2. Perbuatan Itu Melawan Hukum

Perbuatan yang dilakukan itu, harus melawan hukum. Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum diartikan dalam arti seluas-luasnya, sehingga meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Perbuatan melanggar undang-undang b. Perbuatan melanggar hak orang lain yang dilindungi hukum c. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku d. Perbuatan yang bertentangan kesusilaan (geode zeden ) d. Perbuatan yang bertentangan sikap baik dalam masyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.

3. Ada Kesalahan Pelaku

Undang-Undang dan Yurisprudensi mensyaratkan untuk dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, maka pada pelaku harus mengandung unsur kesalahan (schuldelement) dalain melakukan perbuatan tersebut. Karena itu, tanggungjawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggungjawab dalam Pasal 1365 Kitab UndangUndang Hukum Perdata Indonesia. Bilamana dalam hal-hal tertentu berlaku tanggungjawab tanpa kesalahan (strict ZiabiZity), hal demikian bukan berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

Karena Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia mensyaratkan untuk dikategorikan perbuatan melawan hukum harus ada kesalahan, maka perlu mengetahui bagaimana cakupan unsur kesalahan itu. Suatu tindakan dianggap mengandung unsur kesalahan, sehingga dapat diminta pertanggungjawaban hukum, jika memenuhi unsur- unsur sebagai berikut

a. Ada unsur kesengajaan b. Ada unsur kelalaian (negligence, culpa) c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras dan lain-lain.

Perlu atau tidak, perbuatan melawan hukum mesti ada unsur kesalahan, selain unsur melawan hukum , di sini terdapat 3 (tiga) aliran teori sebagai berikut

a. Aliran yang menyatakan cukup hanya ada unsur melawan hukum Aliran ini menyatakan, dengan unsur melawan hukum dalam arti luas, sudah mencakup unsur kesalahan di dalamnya, sehingga tidak diperlukan lagi ada unsur kesalahan dalam perbuatan melawan hukum. Di negeri Belanda, aliran ini dianut oleh Van Oven. b. Aliran yang menyatakan cukup hanya ada unsur kesalahanAliran ini sebaliknya menyatakan, dalam unsur kesalahan, sudah mencakup juga unsur perbuatan melawan hukum. Di negeri Belanda, aliran ini dianut oleh Van Goudever. c. Aliran yang menyatakan, diperlukan unsur melawan hukum dan unsur kesalahan.Aliran ini mengajarkan, suatu perbuatan melawan hukum mesti ada unsur perbuatan melawan hukum dan unsur kesalahan, karena unsur melawan hukum saja belum tentu mencakup unsur kesalahan. Di negeri Belanda , aliran ini dianut oleh Meyers. Kesalahan yang diharuskan dalam perbuatan melawan hukum adalah kesalahan dalam arti " kesalahan hukum " dan " kesalahan sosial ". Dalam hal ini, hukum menafsirkan kesalahan itu sebagai suatu kegagalan seseorang untuk hidup dengan sikap yang ideal, yaitu sikap yang biasa dan normal dalam pergaulan masyarakat. Sikap demikian, kemudian mengkristal yang disebut manusia yang normal dan wajar (reasonable man).

4. Ada Kerugian Bagi Korban

Ada kerugian (schade) bagi korban merupakan unsur perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Dalam gugatan atau tuntutan berdasarkan alasan hukum wan prestasi berbeda dengan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum. Gugatan berdasarkan wan prestasi hanya mengenal kerugian materil, sedangkan dalam gugatan perbuatan melawan hukum selain mengandung kerugian materil juga mengandung kerugian imateril, yang dinilai dengan uang.

5. Ada Hubungan Kausal Antara Perbuatan Dengan Kerugian

Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang terjadi, merupakan syarat dari suatu perbuatan melan hukum. Untuk hubungan sebab akibat ada 2 (dua) macam teori, yaitu teori hubungan faktual dan teori penyebab kira-kira. Hubungan sebab akibat secara faktual (caution in fact) hanyalah merupakan masalah fakta atau yang secara faktual telah terjadi. Setiap penyebab yang menimbulkan kerugian adalah penyebab faktual. Dalam perbuatan melawan hukum, sebab akibat jenis ini sering disebut hukum mengenai " but for " atau " sine qua non " . Von Bun, seorang ahli hukum Eropa Kontinental adalah pendukung teori faktual ini.

Selanjutnya, agar lebih praktis dan agar tercapai elemen kepastian hukum dan hukum yang adil, maka lahirlah konsep " sebab kira-kira " (proximately cause ). Teori ini, adalah bagian yang paling membingungkan dan paling banyak pertentangan mengenai perbuatan melawan hukum ini. Kadang-kadang teori ini disebut juga teori legal cause, penulis berpendapat , semakin banyak orang mengtahui hukum, maka perbuatan melawan hukum akan Semakin berkurang.

Mencegah melakukan perbuatan melawan hukum, jauh lebih baik daripa menerima sanksi hukum.

Penulis adalah seorang Mahiswa pacasarjana, Universitas Padjajaran Bandung, dan seorang pengacara pada Law Office Kurntanto Purnama,S.H. dan Partners, Komplek Duta Merlin

1 komentar:

drmandangmichael@gmail.com mengatakan...

“Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.
Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui.
Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku.
Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.
Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.”

Setelah TUHAN mengucapkan firman itu kepada Ayub, maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Teman: “Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.
Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu, karena hanya permintaannyalah yang akan Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu, sebab kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.”
Maka pergilah Elifas, orang Teman, Bildad, orang Suah, dan Zofar, orang Naama, lalu mereka melakukan seperti apa yang difirmankan TUHAN kepada mereka. Dan TUHAN menerima permintaan Ayub.

Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu.
Kemudian datanglah kepadanya semua saudaranya laki-laki dan perempuan dan semua kenalannya yang lama, dan makan bersama-sama dengan dia di rumahnya. Mereka menyatakan turut berdukacita dan menghibur dia oleh karena segala malapetaka yang telah ditimpakan TUHAN kepadanya, dan mereka masing-masing memberi dia uang satu kesita dan sebuah cincin emas.
TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu; ia mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, dan enam ribu unta, seribu pasang lembu, dan seribu ekor keledai betina.
Ia juga mendapat tujuh orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan;
dan anak perempuan yang pertama diberinya nama Yemima, yang kedua Kezia dan yang ketiga Kerenhapukh.
Di seluruh negeri tidak terdapat perempuan yang secantik anak-anak Ayub, dan mereka diberi ayahnya milik pusaka di tengah-tengah saudara-saudaranya laki-laki.
Sesudah itu Ayub masih hidup seratus empat puluh tahun lamanya; ia melihat anak-anaknya dan cucu-cucunya sampai keturunan yang keempat.
Maka matilah Ayub, tua dan lanjut umur.